Jakarta, CNN Indonesia —
Masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) selama lima tahun mendapat perhatian sejumlah pihak karena pengurusannya dianggap membebani masyarakat.
Bahkan Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mengusulkan agar masa berlaku SIM harus sama dengan penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berlaku seumur hidup.
“Saya minta dalam forum ini perpanjangan SIM, STNK dan TNKB ditinjau kembali,” kata Sudding saat rapat pimpinan Komisi III DPR RI dengan Kepala Korps Lalu Lintas Negara (Korlantas) Irjen Polisi Aan Suhanan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Tak hanya Sudding, Anggota Komisi III Fraksi Demokrat Benny K. Harman mengatakan, proses perpanjangan SIM sangat merugikan masyarakat karena memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Ia mencontohkan salah satu kasus yang ditemuinya, warga salah satu daerah di NTT harus mengajukan perpanjangan SIM sampai ke Kupang karena mesin cetak SIM di wilayahnya rusak.
“Di daerah saya di NTT, provinsi kepulauan, untuk perpanjangan SIM harus datang ke Kupang. Ada beberapa SIM di daerah itu. Di daerah itu sulit, tiba-tiba mesin mati, SIM tidak bisa diperpanjang,” katanya, dikutip YouTube.
Namun menurut Polri, usulan tersebut tidak bisa dilaksanakan. Irjen Korlantas Polri Aan Suhanan. Dikatakannya, mereka yang memiliki SIM harus memiliki keterampilan yang harus diuji setiap 5 tahun sekali.
Ia juga menjelaskan, SIM tidak bisa berlaku seumur hidup karena dalam waktu 5 tahun seseorang bisa berpindah identitas atau alamat.
Ke depan, polisi menyiapkan aturan, sistem poin SIM, dimana jika pemegang SIM sudah mencapai batas maksimal poin pelanggaran lalu lintas, maka SIM tersebut harus diuji ulang atau hak kepemilikannya dicabut.
Poin ini termasuk jika pemegang SIM mengalami kecelakaan berat yang berujung pada titik pecah dan memerlukan pemeriksaan ulang SIM.
“Satu pemegang SIM diberi poin 12, kemudian dikurangi jika melakukan tindak pidana. Bila melakukan tindak pidana sedang, diberikan 3 poin. Kalau berakhir sebaiknya dicabut,” kata Aan, Kamis (5/12). . ).
Usulan SIM yang berlaku seumur hidup diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Namun tawaran tersebut ditolak pada 14 September 2023.
(kaleng/mikrofon)