Jakarta, CNN Indonesia –
Pemerintah berkomitmen menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Pasalnya, kenaikan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Penyatuan Tata Cara Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan PPN ini menuai reaksi keras dari sejumlah kalangan.
Meski diwajibkan oleh undang-undang, mereka mengatakan kenaikan ini berpotensi mematikan daya beli mereka.
Berikut lima fakta kenaikan PPN 12% mulai tahun 2025: 1. Dibuat pada Masa Jokowi dan berlaku mulai 1 Januari 2025
RUU HPP merupakan rancangan undang-undang yang diusulkan sebagai inisiatif pemerintah saat itu yang dipimpin oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Awalnya RUU itu bernama Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Jokowi kemudian mengirimkan Surat Presiden (Surpres) No. R-21/Press/05/2021 ke DPR pada tanggal 5 Juni 2021 untuk membahas RUU KUP. Setelah itu, Dokumen No.
DPR RI kemudian membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU tersebut. Secara resmi, RUU KUP mulai dibahas pada 28 Juni 2021. Dalam pembahasan tersebut, RUU tersebut berganti nama menjadi RUU HPP.
Pembahasan RUU tersebut memakan waktu sekitar tiga bulan hingga disahkan pada tahap I pada 29 September 2021. Delapan partai di DPR sepakat agar UU HPP segera disahkan di majelis.
Kedelapan partai tersebut adalah PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Partai Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP. PKS hanya menolak.
Hingga kemudian, pada 29 Oktober 2021, Jokowi menerbitkan UU HPP. Dalam aturan tersebut jelas disebutkan bahwa PPN akan dinaikkan secara bertahap, yakni sebesar 11% pada 1 April 2022 dan 12% pada 1 Januari 2025.
Pemerintahan Jokowi menyatakan UU HPP dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan mendukung pemulihan ekonomi secara cepat. Oleh karena itu, diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang fokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan tarif pajak.
2. Berlaku untuk seluruh produk yang sudah dikenakan PPN
Departemen Umum Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tarif PPN 12% yang mulai berlaku tahun depan tidak hanya berlaku untuk barang mewah.
Padahal, pemerintah awalnya menyebut kenaikan PPN bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa mewah atau kelas atas.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Kementerian Keuangan, Dwi Astuti mengatakan: “Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh produk dan jasa yang sudah di bawah pajak 11%. dalam keterangan resmi, Sabtu (21 Desember).
Artinya, kenaikan PPN sebesar 12% akan berlaku untuk barang dan jasa yang dibeli masyarakat secara rutin, mulai dari sabun mandi, take away, pulsa, tiket game, hingga layanan video streaming seperti Netflix.
Bersambung di halaman berikutnya…