Jakarta, CNN Indonesia –
Amerika Serikat mengatakan Israel dan Hamas akan segera menyetujui gencatan senjata di Gaza dalam beberapa hari ke depan.
Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan para pejabat AS yakin semua pihak hampir mencapai kesepakatan mengenai gencatan senjata di Gaza.
“Kami percaya – dan pihak Israel telah mengatakan hal ini – bahwa kami semakin dekat, dan tidak ada keraguan, kami percaya itu, tetapi kami juga berhati-hati dalam harapan kami,” kata Kirby dalam wawancara dengan Fox News, mengutip Reuters , Selasa (17/12).
“Kami pernah berada dalam situasi seperti ini sebelumnya ketika kami tidak bisa melewati garis finis,” lanjutnya.
Saat ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikabarkan sedang melakukan perjalanan ke Kairo, Mesir untuk menghadiri perjanjian pemukiman Gaza.
Sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan penyelesaian akan ditandatangani dalam beberapa hari mendatang.
Kirby tidak menanggapi pertanyaan apakah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan melakukan perjalanan ke Kairo untuk melakukan pembicaraan.
Sementara itu, Hamas mengatakan bahwa berakhirnya dan pembebasan para sandera mungkin terjadi jika Israel berhenti menempatkan begitu banyak posisi baru.
Sebelumnya, Israel menyebut kesepakatan pembebasan sandera di Gaza dalam perang antara Israel dan Hamas telah menunjukkan hasil yang baik. Menurut Menteri Pertahanan Israel Katz, mereka belum mencapai kesepakatan mengenai publikasi perkiraan.
“Kami belum hampir menyepakati perkiraan dari perundingan sebelumnya,” kata Katz, seperti dilansir AFP, Kamis (17/12).
Perang antara Hamas dan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023. Ribuan warga sipil, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas.
Pada bulan November 2023, gencatan senjata selama seminggu dapat mengumumkan 105 penilaian yang diadakan di Gaza. Sebagian besar adalah warga Israel, tetapi ada juga pekerja pertanian asal Thailand.
Gencatan senjata ini berlangsung lebih dari setahun. Pembebasan ini dilakukan sebagai bagian dari pertukaran kebebasan 240 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
(grup/dmi)