Solo, CNN Indonesia —
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk Ivan Kurniawan Lukminto mengaku terkejut dengan kasus kebangkrutan yang menimpa perusahaannya. Bahkan, dia mencurigai ada seseorang di balik kasus tersebut.
Pria yang diketahui bernama Wawan itu mengungkapkan, pihaknya telah melakukan kontak langsung dengan petinggi PT Indo Bharat Rayon (IBR), salah satu kreditur yang pada awal November lalu Pengadilan Niaga Semarang menyatakan perusahaan tersebut pailit.
Saya bertemu dengan prinsipal PT Indo Bharat Rayon yang ditunjuk sebagai presiden direktur dan pemodal dalam kasus ini, kata Vavan di Sukoharjo, Jumat (20/12).
Dalam pertemuan tersebut, kata dia, IBR menyatakan tidak berniat mengajukan pailit terhadap PT Shritex.
PT IBR, kata Wawan, hanya ingin Shritex segera melunasi iurannya sesuai perjanjian paritas yang disepakati.
“Sebenarnya saya bingung. Oiya (bagaimana?) Pemikiran mereka sebaiknya kita kembali ke perjanjian homologasi agar uang kita bisa kembali,” kata Wawan.
Menurut Wawan, gugatan yang diajukan kuasa hukum PT IBR tidak sesuai keinginan direksi. Ia menduga direksi PT IBR belum paham betul dengan kasus yang dihadirkannya.
“Mereka terlalu percaya pada perwakilan hukum mereka dan tidak menyelidiki sepenuhnya apa yang mereka lakukan,” katanya.
Hal ini membuat bingung para direksi PT Shritex.
“Musuhnya siapa? Lagipula kita sekarang musuh hantu, kita tidak tahu siapa musuhnya. Kita takut dengan pengendara yang ugal-ugalan,” kata Vavan.
Selain itu, pihaknya juga meminta PT IBR mencabut perkara pailit yang diajukan Vavan.
Namun menurut Wawan, Direktur PT IBR belum bisa menerima permintaan tersebut.
“Mereka tidak punya hak berbuat apa-apa di Indonesia. Mereka harus berkonsultasi segala aspek hukum dengan kantor pusat di India. Dan kantor pusat tetap tidak ingin mereka mencabut kasus tersebut,” kata Wawan.
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya telah menolak permohonan kasasi yang diajukan PT Shritex terkait kebangkrutan mereka.
Kasus No.1345 K.
Putusan tersebut memperkuat putusan Pengadilan Negeri Niaga (BN) Semarang yang menyatakan Sritex dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024.
Pada Kamis (19/12), Panitera Mahkamah Agung menulis di halaman tersebut, “Menulis putusan, menolaknya”.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, pemohon debitur menyatakan tergugat Sritex lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Selanjutnya, pemohon bersandar pada Putusan Pengadilan Niaga Semarang No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg tanggal 25 Januari 2022 Persetujuan Shanti Yojana (Homologasi) dibatalkan. Pemohon meminta agar para tergugat dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
(syd/sfr)