Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Kehakiman Supratman Andi Agtas mengatakan Indonesia membutuhkan Undang-Undang (UU) tentang Pengakuan, Penegakan, Penghentian, dan Reformasi.
Supratman mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah mengusulkan pemberian amnesti pada kasus-kasus tertentu setiap tahunnya.
“Perlunya (adanya undang-undang tentang pengampunan, pengampunan, pembatalan dan rehabilitasi) yang perlu kita laksanakan. Presiden menyampaikan gagasan bahwa mungkin setiap tahun akan memberikan pengampunan dalam satu kasus,” kata Supratman pada akhir tahun 2024.
Ia menjelaskan, di tahun-tahun mendatang Indonesia akan mempunyai banyak rencana strategis di bidang undang-undang tersebut. Oleh karena itu, dia meminta jajaran DJPP menunggu permasalahan sebenarnya, antara lain pengampunan, pengampunan, pembatalan, dan rehabilitasi.
Supratman yang merupakan mantan Ketua Dewan Parlemen DPR RI juga meminta DJPP mulai menyusun undang-undang terkait Pemilu dan Pilkada. Ia mengatakan, pembuatan undang-undang ini merupakan kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI.
“Kami sudah sepakat dengan DPR bahwa UU Pemilu dan Pilkada akan diputuskan oleh DPR, sedangkan UU Partai Politik akan ditetapkan oleh Pemerintah, yang harus dipersiapkan sekarang juga,” ujarnya.
Selain itu, Supratman mengingatkan jajaran DJPP untuk memperkuat upaya unifikasi hukum. Dia menjelaskan, pembuatan peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Presiden Prabowo dan Asta Cita.
“Unifikasi seluruh peraturan perundang-undangan perlu kita perkuat agar bisa menghilangkan peraturan yang berlebihan di berbagai sektor. Kemudian kita akan mengurangi peraturan yang tumpang tindih, peraturan yang saling bertentangan atau konflik kewenangan di masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah,” kata Supratman.
Ia juga berharap kegiatan refleksi akhir DJPP tahun 2024 dapat memberikan banyak pembelajaran dan manfaat untuk mendukung kerja Kementerian Kehakiman RI dalam upaya pembangunan hukum menuju Indonesia Emas 2045.
“Melalui refleksi, kita bisa bersama-sama mengevaluasi tindakan Direktorat Jenderal Hukum dan Kehakiman yang akan dilakukan untuk mendukung perbaikan peraturan perundang-undangan Indonesia ke depan,” kata Supratman.
Sebelumnya, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada 44 ribu narapidana berdasarkan hak asasi manusia (HAM) dan rekonsiliasi.
Amnesti diberikan kepada narapidana yang dipenjara karena alasan politik, masalah UU ITE, narapidana yang menderita penyakit kronis dan mental, termasuk penderita HIV/AIDS yang memerlukan perawatan khusus, dan penyalahguna narkoba yang memerlukan rehabilitasi. (ryn/fra)