Jakarta, CNN Indonesia
Beberapa warga Israel yang melarikan diri ketika negaranya dan Hizbullah saling menyerang tidak mau kembali ke rumah meskipun kedua belah pihak sepakat untuk berhenti berperang pada Rabu lalu.
Situasi tenang sejak berakhirnya perang disebut-sebut tidak membuat mereka merasa aman. Rachel Revach, seorang pengungsi Israel, bahkan mengaku tidak akan kembali ke rumah jika keselamatannya tidak sepenuhnya terjamin.
“Mengapa saya tidak kembali ke sini? Saya ingin kembali dengan keamanan penuh,” ujarnya saat melakukan kunjungan singkat ke Israel untuk mengambil barang-barang pribadi, seperti dilansir France 24, Minggu (1/12).
“Selama tidak ada pengamanan penuh, saya masih mendengar ledakan dan melihat tentara, saya tidak mau pulang,” ujarnya.
Revach adalah satu dari lebih dari 60.000 warga Israel yang enggan kembali ke rumah setelah kebakaran selesai. Faktanya, hampir 900.000 orang lainnya yang meninggalkan Lebanon dengan cepat kembali sejak kesepakatan Israel-Hizbullah tercapai.
Pria 57 tahun itu mengaku masih belum mau pulang karena tinggal di Kiryat Shmona, daerah yang terkena dampak parah perang antara Israel dan Hizbullah.
Serangan antara kedua belah pihak mengakibatkan jendela pecah, tembok runtuh, dan mobil terbakar.
Juru bicara pemerintah Kiryat Shmona, Doron Shnaper, mengatakan sebagian besar warga belum kembali ke rumah. Masyarakat dikatakan enggan untuk kembali sebelum perang berakhir.
Pasalnya, Kiryat Shmona sudah berbulan-bulan dinyatakan sebagai zona militer tertutup sehingga kemungkinan besar akan kehilangan nyawa jika dihuni.
“Mereka tidak akan kembali sampai perang diumumkan secara resmi,” kata Shnaper.
Perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah Lebanon mulai berlaku pada 27 November setelah mediasi oleh Amerika Serikat dan Perancis.
Sebagai hasil dari perjanjian ini, pasukan Lebanon akan dikerahkan ke perbatasan selatan, yang kini dikuasai oleh pasukan penjaga perdamaian PBB.
Selama gencatan senjata, pasukan Israel akan secara bertahap menarik diri dari Lebanon selatan dalam waktu 60 hari.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Naim Qassem mengatakan dia akan bekerja sama dengan tentara Lebanon untuk melaksanakan gencatan senjata yang disepakati antara tentara dan Israel.
Dalam pidato pertamanya sejak gencatan senjata dimulai, Qassem meyakinkan bahwa tidak akan ada “masalah atau konflik” dengan tentara Lebanon.
“Koordinasi antara pemberontak (Hizbullah) dan tentara Lebanon akan dilakukan pada tingkat tertinggi untuk melaksanakan kewajiban perjanjian,” kata Qassem.
“Kami akan bekerja sama untuk memperkuat kekuatan pertahanan di Lebanon. Kami siap mencegah musuh (Israel) mengeksploitasi kelemahan Lebanon,” seperti dilansir Al Jazeera.
(frl/pta)