Jakarta, CNN Indonesia –
Politisi Partai Gerindra dan PDIP saling tuding bertanggung jawab atas kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12%.
Tudingan tersebut bermula dari kritik terhadap PDIP. Mereka mengumumkan menolak kenaikan PPN sebesar 12 persen. Anggota DPR RI dari Partai Gerindra Wihadi Wiyanto menanggapi hal tersebut.
Wihadi meminta kenaikan PPN 12 seperti usulan Presiden Prabowo Subianto tidak diterapkan. Ia mengingatkan, kebijakan tersebut merupakan undang-undang UU Nomor 11 Tahun 2021.
Jadi kalau sekarang ada informasi ada kaitannya dengan pemerintahan Pak Prabowo yang sepertinya diputuskan tidak benar, sebenarnya undang-undang ini adalah produk DPR yang digagas oleh PDI Perjuangan waktu itu dan sekarang Pak Prabowo baru melaksanakan,” kata Wihadi saat dihubungi. tekan , Jakarta, pada Sabtu (21/12).
Wihadi mengatakan, ketua panitia kerja (panja) menilai kenaikan PPN sebesar 12 persen dari PDIP. Dia mempertanyakan alasan PDIP berubah sikap.
“Jadi dalam hal ini kami melihat posisi PDIP dan PPN 12 persen itu fleksibel. Makanya kami ingatkan, kalau mau dukung pemerintah, jangan dengan cara itu, kalau mau berbuat sesuatu. ” maka ini hak PDIP – ini,” ujarnya.
Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus menanggapi tudingan tersebut. Dia membantah kenaikan PPN 12 disebabkan oleh PDIP. Menurutnya, hal itu disarankan oleh Presiden Jokowi.
Jadi salah jika dikatakan penggagasnya adalah PDI Perjuangan. Karena yang menyetujui kenaikan itu adalah pemerintah melalui Kementerian Keuangan, kata Deddy, Minggu (22/12) di Cikini, Jakarta.
Diakuinya, pejabat PDIP yang membawahi firma hukum mendukung kenaikan PPN sebesar 12 persen. Namun, menurut dia, pengesahan undang-undang tersebut merupakan keputusan DPR secara lembaga, bukan perseorangan.
Deddy menjelaskan, PDIP selama ini menyetujui kenaikan PPN sebesar 12 persen karena situasi perekonomian sedang baik. Namun, kini PDIP menilai kenaikan PPN sebesar 12 persen perlu dipertimbangkan kembali karena perekonomian sedang terpuruk.
“Jumlahnya sekitar 9,3 juta, kelas menengah hancur. Lalu kita lihat dolar naik gila-gilaan,” kata Deddy.
Ia menambahkan: “Jadi saya sama sekali tidak menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, tidak. Karena sudah diberikan dalam perjanjian sebelumnya.”
(dhf/DAL)