Jakarta, CNN Indonesia
Sekretaris Jenderal Gerindra Sekjen Ahmad Muzani menjelaskan alasan DPR mendorong kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen melalui Undang-Undang Harmonisasi Nasional (HPP) 2021.
Muzani mengatakan, UU HPP dibahas dan disetujui saat Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19. Katanya, saat itu kondisi keuangan negara sedang kurang baik dan membutuhkan dana lebih.
“Kalau undang-undang itu dibahas, situasi saat itu adalah Covid. Negara saat itu dalam keadaan tidak bisa menerima,” kata Muzani, Ketua MPR. Turut menjadi anggota DPR di Gedung Parlemen Senayan, Senin (23/12).
Ia mengatakan, pemerintah dan DPR juga sedang membahas pelepasan uang masyarakat melalui kenaikan PPN. Peningkatannya dilakukan secara bertahap.
DPR dan pemerintah saat itu, pada tahun 2021 membahas kemungkinan 10 sampai 11 sampai 12 sampai 12 persen berasal dari masyarakat, ”ujarnya.
Muzani menegaskan Gerindra, partai pro-pemerintah Joko Widodo (Jokowi) saat itu, sudah menyetujui usulan tersebut. Oleh karena itu, kata dia, Presiden Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra, bertanggung jawab menegakkan hukum.
Ia juga menilai partai politik yang menolak menaikkan PPN merupakan kekuatan demokrasi bersama.
Ia yakin segala kritik dan pendapat masyarakat akan diterima oleh Prabowo. Menurut dia, Prabowo memahami berbagai keberatan yang dilontarkan masyarakat.
“Tn. Pak Prabowo memahami keberatan-keberatan ini dan pada saatnya nanti ia akan mengumumkan semuanya. Poin apa saja yang perlu dikeluarkan untuk berkembang?
Sesuai UU HPP, pajak pertambahan nilai akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. UU ini disahkan pada 7 Oktober 2021.
Pasal 7 ayat (1) UU HPP menyebutkan pajak pertambahan nilai sebesar 11% berlaku mulai 1 April 2022. Selanjutnya, PPN sebesar 12% berlaku sebelum 1 Januari 2025.
Namun pada pasal 7 ayat 3 (3) disebutkan besaran pajak tambahan dapat diubah minimal 5 persen dan maksimal 15 persen. (thr/tsa)