Jakarta, CNN Indonesia —
Masih terdapat kendala dalam penyiapan program gizi gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo Subanto. Banyak ahli berpendapat bahwa kurangnya kerangka hukum dan struktur sektor ini telah mendorong banyak pihak untuk melakukan penipuan.
Beberapa waktu lalu, video pungutan liar (pungli) terhadap makanan bergizi gratis (MBG) viral di media sosial. Orang tua siswa diminta untuk membeli paket sembako sebagai dukungan.
Setiap anak diharuskan membeli dua set bahan makanan. Harga tiap setnya adalah Rp 30 ribu. Artinya, orang tua diminta membayar Rp 60 ribu per anak untuk mendapatkan makanan bergizi gratis.
Ada pula keluhan masyarakat bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) telah menunjuk organisasi gabungan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan MG. Permasalahan ini terkait dengan kasus penipuan yang dilaporkan oleh korban pedagang makanan.
Uang sebesar Rp1 juta diminta untuk memberikan 1.000 dus makanan kepada puluhan pedagang di Kediri, Jawa Timur. Uang tersebut diserahkan kepada seseorang bernama M yang mengaku sebagai bagian dari Pokamas Manungal Cipto Rojo.
Belakangan, Pokmas Manungal Cipto Rojo menolak mengatur uang tersebut. Mereka mengimbau masyarakat tidak cepat percaya pada siapapun yang mengaku mendapat kontrak TNI untuk menjalankan MBG.
Otoritas Gizi Nasional juga telah mengeluarkan siaran pers rutin yang mengklarifikasi berbagai masalah. Bahkan, ada kalanya mereka mengeluarkan siaran pers yang berbeda-beda setiap harinya.
“BGN belum mengeluarkan Surat Perintah (SK) apapun kepada instansi pemerintah manapun terkait program makan siang gizi gratis. Klaim tersebut merupakan misinformasi dan berpotensi menyesatkan masyarakat,” kata Kapolri . . Lalu Muhammad Iwan Mahardan, Kamis (26/12).
Permasalahan ini terlihat pada perubahan teknologi yang datang dengan adanya pangan bergizi gratis yang disediakan oleh pemerintah. Sebelumnya, pemerintah berencana memberi MBG jatah sebesar Rp 15.000 per anak per hari. Namun karena keterbatasan anggaran, Prabowo mengurangi setiap anak menjadi Rp 10.000 per hari.
Selain itu, terdapat pula kontroversi mengenai pemilihan menunya. Dadan Hindyana, Kepala Badan Gizi Nasional, mengatakan tidak semua anak memiliki akses terhadap susu. Menurutnya, protein susu terdapat pada telur, sedangkan kalsium terdapat pada daun kelor, manajemen gizi nasional masih lemah.
Jamiluddin Ritonga, pengamat politik dari Universitas Isa Unggul, menilai kisruh penyiapan makanan bergizi gratis karena posisi Badan Gizi Nasional masih lemah. Selain organisasi yang baru dibentuk, organisasi ini belum mempunyai struktur kedaerahan.
Mereka masih bergantung pada kerja sama TNI. Faktanya, TNI tidak berkoordinasi langsung dengan sekolah, UMKM pangan, atau petani yang terlibat dalam pelaksanaan MBG.
“Badan Gizi Nasional ini langsung tidak masuk ke Amerika. Nah, orang-orang yang tidak bertanggung jawab mencari uang dengan menjual nama Badan Gizi Nasional,” kata Jamiluddin. Dihubungi fun-eastern.com, Selasa (31/12).
Jamiluddin mengatakan, BGN tidak diberi wewenang untuk membentuk perwakilan di daerah karena adanya peraturan daerah yang bersifat otonom. Oleh karena itu, dia menyarankan agar BGN bekerja sama dengan institusi terkait.
Dikatakannya, BGN dapat bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk menyiapkan makanan bergizi gratis untuk sekolah. Mereka juga bisa bekerja sama dengan organisasi Islam seperti PBNU dan PP Muhammadiyah untuk melaksanakan sekolah agama.
Selain itu, ibu-ibu PKK juga berada di posisi terbawah, sehingga jika jaringan ini diperkuat maka kemungkinan terjadinya kecurangan dalam bisnis pangan bisa dikurangi, ujarnya.
Trubus Rahadiansyah, pengawas kebijakan publik Universitas Trishakti, menyoroti dilema makanan bergizi gratis karena tiga alasan. Pertama, Badan Gizi Nasional belum memiliki struktur yang matang di daerah.
Kedua, belum adanya payung hukum dan petunjuk teknis (Juknis) yang jelas mengenai makanan bergizi gratis. Celah ini memungkinkan oknum-oknum yang tidak bermoral mengambil keuntungan dari penipuan.
Yang penting petunjuk teknisnya jelas. Jumlah gizi tiap kategori harus diatur. Harus dikontrol, dengan sanksi berat bagi yang tidak. Agar tidak terjadi efek domino seperti penyalahgunaan anggaran, ujarnya. dikatakan. Trubus saat dihubungi fun-eastern.com, Selasa (31/12).
Isu ketiga adalah transparansi. Ia mengusulkan kepada Badan Gizi Nasional untuk membuka seluruh penyediaan makanan bergizi gratis kepada masyarakat.
Trubus mengatakan, transparansi akan dimulai dari proses penetapan wilayah sasaran, informasi anak penerima bantuan, hingga proses penunjukan mitra pelaksana di wilayah tersebut.
Hal itu dilakukan untuk mencegah terulangnya penipuan yang dilakukan Kediri. Selain itu, transparansi dapat mencegah terjadinya kecurangan dalam program pembiayaan desa seperti desa fiktif.
“Kekhawatirannya seperti dana desa, desa tidak berkembang, ada desa yang bukan desa, tapi anggarannya habis, karena kantor kita masih korup, itu yang mungkin terjadi dengan program ini.” Trubus.
Trubus mengusulkan penguatan pengawasan terhadap program pangan gratis bergizi. Menurutnya, pihak universitas bisa terlibat dalam hal ini.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan institusi untuk mempekerjakan guru atau siswa sebagai pengamat. Oleh karena itu, meskipun Badan Gizi Nasional tidak memiliki struktur regional, program tersebut dapat diatur.
(dhf/DAL)