Jakarta, CNN Indonesia –
Pada kegiatan Mandiri Institute Insight 2024, Bank Mandiri menekankan bahwa kolaborasi dan diskusi lintas sektor diperlukan untuk menyatukan penerapan ESG (Environmental, Social and Governance) secara global dengan kesiapan sektor keuangan dan bisnis Indonesia.
Direktur Treasury dan Perbankan Internasional Eka Fitra menyampaikan apresiasi atas kerja sama dengan Bursa Efek Indonesia selama tiga tahun terakhir.
“Acara ini merupakan hasil kajian yang dilakukan oleh Mandiri Institute bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (EIB) mengenai adopsi ESG pada sektor swasta di Indonesia dengan tema Bridging the Impact. Kerja sama ini menghasilkan tiga kajian penting mengenai penerapan keberlanjutan di Indonesia mulai tahun 2022,” kata Eka, Rabu (12/11).
Selain itu, sebagai bagian dari tren global menuju ekonomi hijau, Indonesia telah berkomitmen untuk mempersiapkan COP29 di Baku, Azerbaijan untuk memastikan pembangunan yang ramah lingkungan, berketahanan, dan inklusif. Indonesia bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga nol pada tahun 2060 atau lebih awal, serta menghindari satu miliar ton emisi karbon dioksida.
Direktur Pengembangan Bisnis EIB Jeffrey Hendrik selaku mitra Mandiri Institute dalam penyusunan kajian Laporan Implementasi ESG 2024 mengatakan keberlanjutan di pasar modal Indonesia bertujuan untuk meningkatkan daya saing.
“Kami sangat mengapresiasi inisiatif Bank Mandiri yang bekerja sama dengan EIB untuk mempersiapkan tiga studi implementasi keberlanjutan mulai tahun 2022,” kata Jeffrey.
Eka menambahkan, pemilihan topik kali ini didasarkan pada kebutuhan seluruh pihak yang berkepentingan untuk menyatukan tren peningkatan implementasi ESG secara global dengan kesiapan sektor swasta dan keuangan.
“ESG tidak hanya menjadi isu strategis bagi dunia usaha, tetapi juga merupakan landasan penting untuk mencapai keberlanjutan perekonomian. Dalam konteks Indonesia, sektor perbankan berperan penting dalam mendukung transformasi bisnis dan integrasi ESG,” jelas Eka.
Sejalan dengan peningkatan komitmen tersebut, Banco Mandiri juga mendukung rencana pemerintah dan secara konsisten mendukung kontribusi perusahaan terhadap keuangan berkelanjutan dan keuangan ramah lingkungan. Pada kuartal III 2024, Bank Mandiri menyalurkan pinjaman pada sektor berkelanjutan senilai Rp285 miliar atau 22,9 persen dari total pinjaman Bank Mandiri. Dari jumlah tersebut, pembiayaan sektor hijau Banco Mandiri mencapai Rp 142 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 11,4 persen dari total penyaluran kredit Banco Mandiri pada kuartal III 2024.
Tidak hanya dari sisi pembiayaan, Banco Mandiri juga konsisten mengadopsi praktik ESG secara lebih luas, termasuk operasional perusahaan.
Peluncuran Laporan Implementasi ESG 2024 Head of Mandiri Institute Andre Simangunsong menjelaskan Bank Mandiri juga merilis Laporan Implementasi ESG 2024 hasil riset berbasis kerja sama dengan Bursa Efek Indonesia. Laporan ini memberikan gambaran penerapan ESG di perusahaan terdaftar dan tidak terdaftar serta menyoroti tantangan dan peluang dalam keuangan berkelanjutan di Indonesia. Temuan utama dari laporan ini meliputi:
1. Penerapan aspek keberlanjutan dalam hal ini ESG pada emiten di Indonesia akan meningkat pada tahun 2024. Hal ini terlihat pada penerapan aspek ESG dalam strategi operasional dan bisnis, pengukuran emisi karbon yang dihasilkan, dan penilaian parameter ESG secara keseluruhan.
2. Pengukuran emisi gas rumah kaca (GRK): Hingga 64% perusahaan terdaftar telah melakukan pengukuran emisi gas rumah kaca, dengan fokus pada pengukuran cakupan 1 (emisi langsung) dan cakupan 2 (emisi tidak langsung).
3. Akses terhadap pasar modal dan bursa saham dapat mendorong sektor swasta untuk menerapkan aspek-aspek LST dengan lebih baik. Dalam hal ini, perusahaan terpantau memiliki kesadaran yang lebih besar terhadap inisiatif pengurangan emisi dan taksonomi hijau, serta penerapan isu keberlanjutan yang lebih mendalam dibandingkan perusahaan swasta non-listed lainnya.
4. Penggunaan produk keuangan berkelanjutan di Indonesia masih terbatas pada sektor swasta, baik untuk penerbitan obligasi terkait keberlanjutan maupun penggunaan pinjaman berkelanjutan. Membatasi proyek ramah lingkungan dan memahami instrumen pembiayaan ini merupakan tantangan utama bagi peningkatan penggunaan dan penerbitan pembiayaan terkait keberlanjutan di masa depan.
5. Di ASEAN, Indonesia menempati peringkat ke-3 dalam penerbitan obligasi berkelanjutan dengan total nilai US$15,39 miliar (19 persen dari total ASEAN), sedangkan Singapura menempati peringkat pertama dengan total penerbitan sebesar US$26,26 miliar pada Oktober 2024.
Andre menambahkan, sebagian besar perusahaan (87 persen) tercatat berhasil mengadopsi ESG untuk meningkatkan nilai perusahaan, sementara 80 persen didorong oleh kebijakan pemerintah.
“Temuan ini menyoroti perlunya regulasi terstruktur untuk mempercepat implementasi ESG sejalan dengan tren regional dan global,” jelas Andre. Di sisi lain, pasar karbon Indonesia berfokus pada strategi langkah demi langkah yang mencakup pasar karbon wajib, pasar karbon sukarela, dan pajak karbon. Pajak karbon sendiri diharapkan mulai diberlakukan pada tahun 2025 sebagai prioritas utama untuk memperkuat ekosistem pasar karbon.
Andre berharap strategi ini mampu mendukung integrasi sistem perdagangan emisi pada tahun 2025, sekaligus meningkatkan efektivitas dan efisiensi pasar karbon sukarela.” Mandiri Institute yakin laporan ini dapat menjadi referensi penting bagi pemerintah dan pengusaha. dan pemangku kepentingan lainnya, untuk mempercepat implementasi ESG di Indonesia,” tutup Andre.
(bereaksi/tertawa)