Jakarta, CNN Indonesia —
Pengusaha akan menghubungi anggota Serikat Buruh Pekerja (Apindo) ke Menteri Keuangan untuk menyampaikan permintaannya kepada pemerintah untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12%.
Perjalanannya pada Kamis (28/11). Namun proyek itu dibatalkan.
Pertemuannya ditunda, mungkin minggu depan, katanya kepada CNIndonesia.com pagi ini.
Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% mulai tahun depan berdasarkan ketentuan UU No.
Dalam aturan tersebut, PPN diharapkan naik menjadi 11 persen mulai tahun 2022 dan menjadi 12 persen mulai tahun 2025.
Namun, rencana perluasan tersebut dilaksanakan dengan tentangan dari banyak organisasi. Beberapa dari mereka sedang bekerja.
Mereka mengancam jika pemerintah tidak membatalkan rencana pemekaran, maka mereka akan melakukan demonstrasi besar-besaran.
“Jika pemerintah terus menaikkan PPN menjadi 12 persen, meski tidak sesuai dengan kenaikan upah yang dipersyaratkan, KSPI dan serikat pekerja lainnya akan mengadakan kesepakatan nasional dengan melibatkan 5 juta pekerja di Indonesia,” kata pejabat tersebut. Ketua Umum Partai Buruh dan Ketua KSPI Said Iqbal dalam pidatonya Selasa (19/11) kemarin.
Tak hanya para pekerja, petisi penolakan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 juga menarik kalangan para peselancar internet.
Tak heran, sebagian besar netizen menilai kenaikan PPN hingga 12 persen akan sangat membebani masyarakat sehingga menyebabkan harga berbagai jenis barang kebutuhan pokok naik.
Faktanya, kondisi keuangan perusahaan belum membaik, apalagi dengan tingginya angka pengangguran dan PHK.
Petisi tersebut dibuat dan dibagikan oleh X story @barengwarga pada Selasa (19/11). Dalam cuitannya, RUU tersebut menuntut pemerintah segera mengakhiri kenaikan PPN.
“Kenaikan PPN secara langsung akan membebani masyarakat, karena berdampak pada kebutuhan pokok. Jika keputusan kenaikan PPN disetujui maka harga sabun akan naik untuk bahan bakar minyak (BBM), maka daya beli masyarakat akan hancur dan mereka akan menderita dalam kebutuhan hidup.
Selain petisi, netizen juga mengungkit gerakan gaya hidup minimalis sebagai bentuk protesnya. Dalam langkah tersebut, masyarakat diajak untuk mengurangi konsumsi produk tertentu yang terkena PPN guna mengurangi beban pajak.
Pada dasarnya konsumsi masyarakat merupakan sumber pertumbuhan ekonomi.
Tak hanya produsen dan peselancar internet, beberapa ekonom juga menyebut kenaikan PPN hingga 12% pada tahun depan akan menimbulkan masalah.
Tak hanya dari kalangan pekerja dan netizen, proyek tersebut juga mendapat tentangan dari dunia usaha.
Mereka meminta pemerintah menunda rencana ekspansi karena iklim perekonomian saat ini tidak berkelanjutan. Mereka melayangkan permohonan penundaan langsung ke Presiden Pravo Sovianto.
“Kami ajukan ke pemerintah (kenaikan PPN ditolak). Dan saya kira ini yang diminta buruh untuk ditunda, sehingga seluruh perusahaan tidak mendukung kenaikan PPN (sekarang),” kata Shinta di Jakarta, Selasa ( 26/11).
“Itu diberikan kepada (pemerintah), bahkan presiden,” ujarnya.
(Mei/Agustus)