Jakarta, CNN Indonesia –
Pengamat dan peneliti berharap para pembentuk undang-undang yaitu pemerintah dan DPR memperhatikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penolakan pemilu presiden.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta – Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna – untuk menguji unsur terkait masuknya Presiden, pasal 222 UU undang-undang pemilu. Dalam Keputusan 62/PUU-XXII/2024, Wakil Ketua DPR angkat bicara, Kamis (2/1).
Menurut Titi Angraini, Guru Besar Hukum Pemilu Universitas Indonesia, pembentuk undang-undang perlu memberikan pedoman tambahan saat merevisi UU Pemilu agar partai politik tidak salah memilih calon presiden. Kata dia, salah satunya undang-undang harus mewajibkan setiap partai politik melakukan proses rekrutmen dan seleksi yang ketat untuk menentukan calon yang akan dipilih dalam pemilu presiden.
“Partai politik harus memastikan calon yang dipilihnya berasal dari proses rekrutmen yang demokratis. Misalnya calon dipilih melalui pemilu atau keputusan internal partai yang diambil secara rapat dan demokratis. Kandidat yang diajukan bukan hanya sekedar tenar dan sekedar mengisi kantong,” ujarnya kepada fun-eastern.com melalui aplikasi, Jumat (3/1).
“Hal itu bisa dilakukan dengan model pemilu pendahuluan atau pemilu dasar masing-masing partai, yang mana pimpinan partai harus ikut serta agar bisa dipilih oleh partai tersebut dalam pemilu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan persyaratan undang-undang pemilu yang ada saat ini atau yang sudah ada sudah cukup. Yang lebih penting, kata dia, adalah kemampuan kepemimpinan dan pengembangan politik, yang diuji melalui proses bersama partai politik yang dianutnya.
“Saya setuju bahwa calon harus memenuhi syarat berstatus kader partai politik paling lambat 5 (lima) tahun sebelum pendaftaran pasangan calon dibuka oleh KPU. aktivis penting bagi para pemimpin bisnis yang memiliki hak untuk merekrut calon kandidat atau aktivis politik. Ini bagus, tapi tanpa dukungan pengalaman dan kekuatan politik yang memadai,” ujarnya saat menjawab pertanyaan tentang bahaya melimpahnya calon yang diajukan partai politik untuk pemilu presiden.
Selain itu juga dikoleksi ke “kelompok aksi partai” untuk partai. dengan tujuan mendominasi pemilu presiden. Pasalnya, kata dia, semangat putusan MK adalah keberagaman pilihan pemilih.
Oleh karena itu, pembentuk undang-undang harus menyusun formula untuk mencapai berbagai pilihan. Misalnya menyisakan landasan substansial bagi pembentukan koalisi alternatif melalui gabungan partai politik peserta pemilu atau formula lain yang sesuai, ujarnya. . sesuatu yang fun-eastern.com izinkan untuk Anda sampaikan.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai putusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan pada awal tahun 2025 memberikan harapan baru bagi kemajuan sistem demokrasi dan supremasi hukum. Menurut YLBHI, selama satu dekade terakhir, demokrasi dan supremasi hukum terus mengalami kemunduran dan kemunduran. Harapannya, tindakan tersebut dapat menghancurkan kekuasaan oligarki yang telah menghancurkan sistem politik dan pemilu presiden. penegakan hukum dan demokrasi ekonomi.
“Keputusan ini tidak sepenuhnya mengungkap masalah politik yang tidak berpihak pada warga negara dan demokrasi yang serius. Namun, keputusan untuk meniadakan calon presiden ini harus menjadi pintu masuk untuk memperbaiki partai dan sistem politik Indonesia menuju partisipasi dan demokrasi yang lebih baik. dan politik demokratis sesuai amanat konstitusi,” demikian siaran pers YLBHI.
YLBHI mengatakan, sebelum putusan yang dimohonkan keempat mahasiswa UIN Suka, telah diajukan 36 permohonan ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal pintu masuk presiden. Namun Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan semuanya dengan dalih yang berbeda-beda, bahkan untuk alasan kedudukan. YLBHI mencurigai adanya pengaruh kaum oligarki dan pemimpin politik yang tidak ingin demokrasi berjalan lancar. Akibatnya, lanjutnya, hakim Mahkamah Konstitusi tidak menjamin independensi dalam mengadili dan mengadili permohonan penghapusan praktik monarki.
Oleh karena itu, mereka mengajak seluruh masyarakat untuk mengetahui upaya lain untuk mengubah penafsiran terhadap putusan MK, seperti yang terjadi pada putusan UU Pilkada tahun lalu. Saat itu, dugaan pemutusan UU Pilkada yang diajukan legislatif batal demi hukum setelah beberapa aksi “peringatan darurat” terjadi di seluruh Indonesia.
“Saat ini kita harus mewaspadai perubahan berbagai undang-undang terkait politik dan pemilu. Kita juga ingat bagaimana partai politik di DPR memaknai putusan MK sesuai keinginannya, seperti yang terjadi pada undang-undang pilkada sebelumnya,” katanya.
Mereka juga mendesak DPR dan pemerintah untuk mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi dan segera memulihkan prosedur terkait sistem politik sesuai dengan ketentuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024 untuk memperkuat keamanan. . tentang hak-hak politik. dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi dan supremasi hukum Indonesia.
YLBHI juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama melindungi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dari Partai PKB, Indrajaya menyarankan agar proses pendaftaran parpol diperkuat sekarang. Menurut dia, hal ini penting agar jumlah calon presiden terbatas.
Menurut Indra, pembatasan juga bisa dilakukan, misalnya dengan memberikan prosedur melalui tinjauan pemilu sehingga partai yang bisa mengusung calon presiden adalah partai yang terpilih menjadi anggota DPR.
Misalnya, bisa juga ada majelis internal atau aliansi, dan membatasi pemungutan suara hanya satu atau dua putaran seperti Pilkada DKI, kata Indra, Jumat.
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pencopotan pintu presiden dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (2/1).
Mahkamah Konstitusi mendukung perkara yang diajukan empat mahasiswa Jurusan Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.
Dengan keputusan tersebut, setiap partai politik bisa memilih calon presiden dan wakil presiden.
Namun, agar jumlah calon presiden tidak terlalu banyak, Mahkamah Konstitusi merekomendasikan teknik konstitusional, salah satunya adalah mewajibkan partai untuk berkoalisi selama koalisi tersebut tidak mendominasi.
(anak/anak)