Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang khawatir peluang pajak kendaraan akan mempengaruhi penjualan kendaraan di Indonesia. Peluang pajak atau tambahan pungutan pajak kendaraan bermotor yang berlaku efektif 5 Januari 2025 diyakini menjadi penyebab masyarakat enggan membeli mobil baru.
“Yang paling menyulitkan produsen dan pengguna mobil adalah pajak yang dikendalikan oleh pemerintah daerah yang disebut Opsen. Ini yang menyulitkan sektor otomotif,” kata Menteri Perindustrian Agus dalam pertemuan di Jakarta, Jumat (3/1).
Seperti diketahui, karena adanya peluang pajak, pemilik kendaraan dikenakan dua pajak kendaraan bermotor. Pajak yang pertama adalah Pajak Tambahan (OPCEN) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Kedua, peluang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Dengan tambahan tersebut, total ada tujuh komponen pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor baru, yaitu BBNKB, BBN KB Opsi, PKB, Opsi PKB, SWDKLLJ, Biaya Admin STNK, dan Biaya Admin TNKB.
“Saya kira tidak akan butuh waktu lama bagi pemerintah daerah untuk menyadari bahwa kebijakan open source justru akan merugikan perekonomian daerahnya sendiri. untuk pengecualian, ” katanya.
Menurut Agus, tambahan pungutan ini kemungkinan besar akan menurunkan minat masyarakat untuk membeli kendaraan baru. Pemerintah daerah tidak mendapat pemasukan apapun dari hal ini.
“Karena masyarakat setempat tidak akan bisa membeli mobil. Ujung-ujungnya mobil itu tidak akan sampai ke mereka. Mereka tidak akan mendapat pemasukan apa pun. Jadi kami ingin mengambil pendekatan segera. Artinya mengubah aturan atau akhirnya pemerintah daerah pasti yang menilai,” ujarnya dilansir Antara.
Peluang pajak kendaraan diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Opsinya adalah pungutan pajak tambahan yang dibebankan berdasarkan persentase tetap. Ada tiga jenis pajak provinsi yang dikenakan Opsen, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNB), dan Pajak Batu Mineral dan Bukan Logam (MBLB).
Berikut perhitungan peluang PKB dan BBNKB beserta peluang perpajakan.
Misalnya saja untuk Avanza tipe 1.3 EM/T yang mengikuti Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 8 Tahun 2024 memiliki NJKB sebesar Rp 175 juta dengan berat 1.050. Tarif yang berlaku di Jawa Timur digunakan dalam perhitungan ini.
Jadi PKB ada di wilayah Jawa Timur sebelum diseleksi
PDB = 2%
Melawan PKB
Ada peluang dan tarif PKB di Provinsi Jawa Timur turun menjadi 1,2 persen (sesuai batas maksimal undang-undang HKPD), perhitungannya sebagai berikut:
PDB = 1,2%
Kemudian ditambah dengan peluang PKB 66% ini:
Opscen = 66% X Rp 2.205.000 = Rp 1.445.300.
Total pembayaran PKB sebesar Rp3.650.300. PKB Rp 2.205.000 langsung ke dana pemerintah provinsi, sedangkan OPSEN Rp 1.445.300 langsung ke dana pemerintah kabupaten/kota. Bagaimana dengan BBNKB Opsen?
BBNKB bertujuan untuk mengirimkan kendaraan bermotor pertama. Artinya membeli kendaraan bermotor baru. Dasar pelaksanaan opsi BBNKB adalah sisa BBNKB. Jangka waktu pembayaran BBNKB ditentukan pada saat penyerahan pertama kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, pembelian kendaraan baru akan bergantung pada pilihan BBNKB. Misalnya perhitungan ini menggunakan tarif BBNKB yang digunakan di Jawa Timur. Tarif BBNKB di Jawa Timur ditetapkan sebesar 12 persen, sehingga perhitungannya sebagai berikut.
Sedangkan untuk menentukan BBNKB, Anda perlu mengalikan tarif BBNKB dengan NJKB. Dalam hal di atas maka BBNKB kendaraannya adalah:
BBNKB 12% x Rp 300 juta = Rp 36.000.000
Selanjutnya besaran Opsen BBNKB ditentukan dengan mengalikan tarif Opsen BBNKB (66%) dengan besaran BBNKB. Dalam hal diatas yang dimaksud dengan pemilihan kendaraan BBNKB adalah:
66%
Jadi besaran BBNKB + Opsi BBNKB yang harus dibayarkan oleh pemilik kendaraan adalah Rp 59.760.000. Tanpa opsi, tarif BBNKB yang dibayarkan adalah Rp 36.000.000.
(tim/mikrofon)