Jakarta, CNN Indonesia —
Sidang perdana yang dilakukan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjadi tersangka kasus dugaan suap untuk mengadili kasus Gregorius Ronald Tannur (31), Heru Hanindyo, dinyatakan tidak sah.
Hakim tunggal menyatakan permohonan pendahuluan ditolak, kata pejabat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto melalui keterangan video, Jumat (20/12).
Penyidikan pendahuluan dihentikan karena perkara pokok dugaan korupsi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pertimbangan singkat yang diajukan hakim tunggal adalah karena perkara pokok sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka menurut ketentuan hukum acara mengenai permintaan penyidikan, apabila perkara pokok sudah dilimpahkan, maka permohonan tersebut dinyatakan batal demi hukum,” kata Djuyamto.
Heru tak terima jika ditetapkan sebagai tersangka sehingga pada Selasa, 3 Desember 2024, ia mengajukan permohonan penyidikan ke daftar pidana dan mendaftarkannya dengan nomor perkara: 123/Pid.Pra/2024/PN. SEL. Kasus tersebut diselidiki dan diadili oleh hakim tunggal, Abdullah Mahrus.
Sebelumnya, pada Rabu (23/10), Tim Reserse Kriminal Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung menangkap majelis hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Ketiga hakim tersebut diduga menerima suap atau tip untuk membebaskan Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan yang berujung meninggalnya Dini Sera Afriyanti.
Erintuah Damanik dkk sempat menjalani pemeriksaan awal di Mahkamah Agung Jawa Timur dan kini telah ditangkap Kejaksaan. Mereka dijerat Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 12 huruf e juncto Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Dalam kasus ini, Ronald Tannur, putra mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Edward Tannur, didakwa jaksa dengan hukuman 12 tahun penjara dan membayar ganti rugi kepada keluarga atau ahli waris korban sebesar Rp. 263,6 juta, cabang 6 bulan penjara.
Namun majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan Ronald Tannur tidak bersalah. Mereka memutuskan kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum alkohol, dan bukan karena luka dalam akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur.
Belakangan, putusan bebas Ronald Tannur dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi ia kini divonis lima tahun penjara. (ryn/anak)