Jakarta, CNN Indonesia —
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden keenam Republik Indonesia, melakukan analisis mengenai penyebab runtuhnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad di Suriah setelah jatuh di bawah kendali pasukan pemberontak.
SBY mengaku pihaknya mengikuti perkembangan situasi di Suriah. Dia sependapat dengan beberapa pengamat asing bahwa kekuatan luar tidak lagi fokus pada perlindungan atau penguatan rezim Assad.
“Saya menganut pandangan yang sama bahwa pemerintahan Assad tidak boleh terbantahkan oleh kekuatan Rusia dan sampai batas tertentu Iran,” kata SBY dalam wawancara dengan CNN Indonesia, Senin (9/12).
Rusia telah terlibat perang di Ukraina sejak Februari 2022. Perhatian mereka juga tertuju pada negara tetangga setelah AS mengizinkan penggunaan rudal jarak jauh untuk pemerintahan Volodymyr Zelensky.
Dalam beberapa hari terakhir, Rusia dan Ukraina terlibat pertarungan sengit.
Di sisi lain, Iran yang mendukung Assad fokus pada Israel.
Kedua negara telah terlibat dalam serangan rudal terhadap satu sama lain. Pada bulan Oktober, pasukan Israel juga menyerang empat wilayah di Iran dan mengklaim berhasil menghancurkan sistem pertahanan udaranya.
“Itu teori yang masuk akal bagi kita semua,” kata SBY.
Selain itu, SBY menyebut gerakan pemberontak di Suriah mengingatkan kita pada Arab Spring.
Arab Spring merupakan gelombang revolusi yang terjadi di negara-negara Arab pada tahun 2011. Saat itu, kekuatan rakyat menyebar ke negara-negara Arab dan menggulingkan pemerintahan Mesir dan Libya.
Suriah pun tak luput dari gerakan Arab Spring. Namun, negara ini bertahan pada masa itu.
SBY menilai gerakan pemberontak di Suriah kali ini merupakan kelanjutan dari Arab Spring.
Mungkin inilah akhir dari Arab Spring, Arab Spring yang terakhir.
Ia mengatakan, keinginan masyarakat untuk melakukan revolusi di Suriah masih terlihat. Mereka, lanjut SBY, ingin menjadi mitra pemerintahan.
Rakyat menginginkan kekuasaan yang absolut, tidak dipimpin oleh rezim yang otoriter, kata SBY.
Pemberontak telah menyerang Suriah sejak akhir November. Beberapa hari kemudian mereka mampu menguasai Aleppo, kota terbesar di negara itu.
Kemudian pada Minggu (8/12) pemberontak berhasil merebut Damaskus. Dalam situasi ini, Assad dikabarkan melarikan diri dan kini berada di Rusia.
Belum jelas siapa yang akan memimpin Suriah setelah jatuhnya rezim Assad. (isa/bac)