Jakarta, CNN Indonesia —
Tembok laut misterius sepanjang 30,16 kilometer (km) membuat nelayan kesulitan mencari ikan di lepas pantai Kabupaten Tangerang, Banten.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susyanti mengungkapkan, pagar tersebut terbuat dari bambu atau panggung yang tingginya sekitar 6 meter.
Pemerintah mengetahui adanya pagar tersebut sejak 14 Agustus 2024 berdasarkan laporan warga.
Panjang 30,16 km meliputi 6 kecamatan, tiga desa di Kecamatan Kuronjo, kemudian tiga desa di Kecamatan Kemeri, empat desa di Kecamatan Mok, satu desa di Kecamatan Skaderi, dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, serta dua desa di Kecamatan Taluk Naga. kata Eli dalam diskusi ‘Isu Sekat Laut di Tangerang Bintan’ di Gedung Mena Bihari IV, Jakarta, Selasa (7/1). Datech Finance.
Di kawasan sekitar pagar terdapat 3.888 masyarakat pesisir yang aktif berprofesi sebagai nelayan dan 502 orang sebagai petani.
Aly mengatakan, pihaknya telah mengirimkan tim selama lima hari untuk mengecek keberadaan pagar tersebut. Saat itu diperkirakan terdapat tembok laut sekitar 7 km.
Tim gabungan DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali ke lokasi pada 4-5 September. Tim mengungkapkan, tidak ada izin dari camat maupun camat untuk pembuatan pagar tersebut.
Akhirnya kami lakukan sidak bersama Polaroid TNI Angkatan Laut, lalu PSDKP, PUPR, SATPOL PP, lalu Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Terakhir 30 kilometer, kata Ellie.
Dijelaskannya, pagar tersebut termasuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Prada) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penataan Ruang Provinsi Banten Tahun 2023-2043.
Eli mengatakan, pagar misterius itu membentang di zona pelabuhan laut, zona penangkapan ikan, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, dan zona budidaya perikanan. Pagar ini juga bertepatan dengan rencana reservoir lepas pantai yang digagas Bipnas.
Lalu siapa yang membangun pagar misterius sepanjang 30 km di laut lepas pantai Tangerang?
Pemerintah daerah dan pusat mengaku tidak mengetahui siapa pemilik pagar ilegal tersebut.
Saharianto, Direktur Perencanaan Khusus Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengaku tidak mengetahui siapa yang membangun pagar tersebut. Artinya pagar tersebut tergolong ilegal.
Namun, kata Saharianto, ombudsman masih mendalami hal tersebut.
Saat ditanya kemungkinan dilakukan pemagaran ulang untuk pemulihan, dia belum bisa memastikan. Sohariantu mengatakan, untuk pengambilannya juga harus mendapat izin terlebih dahulu.
Dalam hal ini, dalam proses perizinan ruang maritim, harus ada persyaratan lingkungan hidup yang ketat yang harus dipenuhi.
“Yah, kita tidak tahu. Kita baru mengetahuinya ketika permohonan ruang laut sudah diajukan dan ada usulan dalam permohonan itu. Enggak ada,” ujarnya.
(sfr/agt)