Jakarta, CNN Indonesia —
Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), angkat bicara soal pembatalan pameran seni rupa Yos Suprapto di Galeri Nasional Jakarta, pekan lalu.
Jokowi mengaku baru mengetahui pembatalan pameran seni Yos Suprapto dari ajudannya, Sirif. Menurutnya, karya Yos Suprapto merupakan bagian dari aspirasi politik sang seniman.
Saya baru mendengarnya dari Mas Siarif (ajudan) siang tadi. Menurut saya, penghormatan harus diberikan kepada seniman, kepada seniman, dan bentuk aspirasi politik yang dituangkan dalam lukisan, kata Jokowi. Detikjateng , Jumat (27/12).
Ia menekankan posisi Indonesia sebagai negara demokrasi yang menghargai karya seni. Jokowi pun mengaku tak mempermasalahkan jika ada foto Yos Suprapto yang mirip dirinya.
“Iya, kita harus hormat. Jadi gimana kalau kita tunjukan, demokrasi, itu… (gambarnya mirip bapakmu?) Saya kira tidak ada masalah,” ucapnya.
Jokowi mengaku tak mengetahui alasan foto Yos Suprapto tak bisa dipajang di Balai Nasional. Ia pun mengingatkan, karya seorang seniman harus dihargai.
“Saya belum tahu lukisan apa yang boleh dipamerkan, tapi menurut saya ini adalah bentuk karya seniman yang patut kita hargai,” tutupnya.
Sebelumnya, mendadak ramai perbincangan di media sosial mengenai pembatalan pameran seni Yos Suprapto. Pembatalan tersebut dinilai sebagai tindakan “melarang” kritik seniman terhadap pemerintah pada beberapa lukisan Yos Suprapto.
Kebingungan lima lukisan dari 30 lukisan ini menimbulkan perselisihan antara kurator dan Yos Sudarso. Belakangan, permintaan untuk menurunkan kelima lukisan itu memaksa Yos mundur dari pameran.
Seniman Yos Suprapto mengatakan, permasalahan bermula ketika Suvarno Visetrotomo, kurator Galeri Nasional yang ditunjuk, meminta lima lukisan dari 30 lukisan itu diturunkan. Kelima gambar tersebut terkait dengan beberapa karakter yang belum diketahui masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, saya tetap ingin mengambil lima foto beberapa jam sebelum pameran, padahal foto ini merupakan narasi tema pameran, kata Yos kepada fun-eastern.com, Jumat (20/12).
“Lukisan ini memberikan narasi tentang konteks subjek kedaulatan pangan yang tidak bisa dibaca oleh para kurator,” ujarnya. “Ya [ceritanya tidak lengkap].”
Ia mengumumkan kedua lukisan tersebut siap ditutup kain hitam beberapa jam sebelum pameran dibuka. Namun, dia diminta untuk menghapus tiga foto lagi, yang akhirnya berujung pada keputusannya untuk menolak semua permintaan.
Yos mengatakan, jika kelima lukisan itu diturunkan, maka seluruh pameran akan dibatalkan dan seluruh lukisan akan dibawa kembali ke Yogyakarta.
“Saya tidak mau berspekulasi, tapi kurator sepertinya takut dengan politik nyata dan tekanan pemerintah. Tapi Menteri Kebudayaan yang dijadwalkan hadir tidak melihat lukisan itu,” kata Yos.
“Saya tidak mau ada hubungannya dengan Balai Raya Negara atau Kementerian Kebudayaan,” kata Yos.
Komentar Kurator
Selaku pimpinan pameran, Suvarno Vicetrotomo menyampaikan suaranya dalam tulisan mengenai situasi di Balai Negara pada Kamis (19/12).
Suvarno mengatakan ada dua karya yang mencerminkan pandangan pribadi seniman dan tindakan otoritas yang dirasa tidak sesuai dengan tema pameran Kebangkitan: Tempat Kemandirian Pangan.
“Saya sampaikan kepada seniman bahwa karya tersebut tidak sesuai dengan tema kuratorial dan dapat merusak fokus pesan tema pameran yang sangat kuat dan baik,” kata Suvarno.
“Menurut saya, kedua karya itu hanya makian, terdengar terlalu kasar sehingga hilang metafora yang menjadi salah satu kekuatan utama seni perspektifnya,” imbuhnya. (pta/pta)