Jakarta, CNN Indonesia —
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan niatnya untuk mengambil alih pulau terbesar di dunia, Greenland, yang sekarang menjadi negara bagian Denmark yang merdeka. Bahkan, Trump tak segan-segan menggunakan kekuatan militer untuk merebut Greenland.
Ada banyak alasan mengapa Trump ingin menduduki Greenland. Greenland berada dalam posisi politik yang unik, terjepit di antara Amerika Serikat dan Eropa. Ibu kotanya, Nyuk, lebih dekat ke New York dibandingkan Kopenhagen, ibu kota Denmark.
Selain itu, Greenland juga menarik perhatian Trump karena kekayaan alam pulau yang dihuni 56 ribu jiwa ini.
Greenland memiliki cadangan minyak dan gas serta logam tanah jarang yang banyak diminati untuk produksi kendaraan listrik dan turbin angin variabel ramah lingkungan serta peralatan militer.
Saat ini, Tiongkok mendominasi produksi logam tanah jarang dunia. Beijing mengancam akan membatasi ekspor mineral utama dan teknologi terkait ketika Trump semakin dekat dengan kekuasaan.
“Tidak ada keraguan bahwa Trump dan para penasihatnya sangat khawatir dengan ketertinggalan Tiongkok,” kata Klaus Dodds, profesor geopolitik di Royal Holloway, Universitas London.
Pasca rencana Trump untuk merebut Greenland, ternyata terdapat risiko yang berbahaya bagi umat manusia, karena berpotensi meningkatkan permukaan laut secara signifikan dan berkontribusi terhadap tenggelamnya banyak wilayah pesisir hampir di seluruh dunia.
Para ilmuwan iklim menggambarkan Greenland sebagai pintu lemari es terhadap pemanasan global. Terpencil, dingin dan tidak ramah, Greenland berperan penting dalam cuaca sehari-hari yang dialami oleh miliaran orang dan dalam perubahan iklim global.
Geoff Dabelko, profesor keamanan dan lingkungan di Universitas Ohio, mengatakan Greenland adalah tempat pertemuan perubahan iklim, sumber daya yang langka, geopolitik yang tegang, dan pola perdagangan baru.
“Karena perubahan iklim, pulau terbesar di dunia ini kini menjadi pusat persaingan nasional dan geografis dalam banyak hal,” kata Dabelko, seperti dikutip Euro News pada Jumat (10/1).
Menurut Dabelko, Greenland kaya akan mineral tanah jarang yang diperlukan untuk telekomunikasi, serta uranium, miliaran barel minyak yang belum dimanfaatkan, dan cadangan gas alam yang besar.
Banyak dari mineral tersebut saat ini sebagian besar dipasok oleh Tiongkok, sehingga negara lain seperti Amerika Serikat juga tertarik.
Untuk mendapatkan seluruh sumber daya alam tersebut, Trump harus melakukan pengeboran yang dapat merusak iklim bahkan mencairkan es di Greenland. Faktanya, berbagai penelitian mengungkap ancaman nyata mencairnya lapisan es Greenland.
Tanpa penambangan sumber daya mineral, es di Greenland sudah mencair dengan cepat karena kondisi cuaca buruk.
Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2022 menemukan bahwa permukaan laut global bisa naik 7,4 meter jika seluruh es di Greenland mencair. Sementara itu, sejak tahun 1992, Greenland telah kehilangan sekitar 182 miliar ton (169 miliar ton) es setiap tahunnya, dengan kehilangan hingga 489 miliar ton (444 miliar ton) per tahun pada tahun 2019.
Tak hanya itu, mencairnya es dunia dan terisinya lautan, termasuk Greenland, juga dapat mengganggu rotasi planet bumi.
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengatakan dalam pernyataan di situs resminya bahwa pencairan es hanya akan mengubah rotasi bumi jika mengalir ke lautan.
Namun jika air lelehan tersebut mengalir ke lautan dan menyebar maka akan terjadi pergerakan besar dan rotasi bumi akan berubah. Misalnya saja jika es di Greenland mencair seluruhnya dan air lelehan tersebut mengalir seluruhnya ke lautan maka permukaan laut dunia akan naik. sekitar tujuh meter (23 kaki) akan bertambah dan Bumi akan berputar lebih lambat, pada hari-hari yang lebih panjang dari hari ini, sekitar 2 milidetik,” jelas NASA.
Lanjutkan di halaman berikutnya…