Jakarta, CNN Indonesia –
Pemerintah akan mulai mengenakan Bea Cukai Minuman Ringan (MBDK) pada Semester II-2025. Pengajuan tuntutan pidana telah tertunda selama beberapa tahun terakhir.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Bea Cukai Nirwala Dui Herianto mengatakan, rencana penghindaran pajak MDBK sudah diatur dalam undang-undang APBN 2025.
“Itu (bea cukai MBDK) direncanakan sesuai jadwal Semester-II tahun 2025,” kata Nirwala dalam jumpa pers di kantornya, Jumat (10/1).
Menurut dia, untuk menerapkan cukai MBDK, pemerintah sebaiknya menerbitkan undang-undang berupa Undang-undang Pemerintah (PP). Kemudian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk pelaksanaan undang-undang tersebut.
“Nah, tentu inti dari penegakan MBDK adalah konsumsi gula tambahan. Ini yang dikontrol, bukan memasak, seperti makan nasi yang banyak gulanya (tapi tidak di bawahnya). Fokusnya di sini adalah mengurangi tambahan gula (per bungkusnya),” jelasnya.
Nirwala menegaskan, timnya telah melakukan perbandingan dengan negara lain dan mempelajari pentingnya gula di negara tersebut. Tujuannya adalah hanya menggunakan minuman manis dengan kadar gula di atas ambang batas.
Dia menjelaskan, ambang batas konsumsi gula yang dikenakan pajak atau dibebaskan akan diatur dalam PP yang saat ini sedang dalam proses pengesahan.
“Prosesnya adalah mengendalikan konsumsi gula tambahan. Kita akan tetapkan ambang batas yang akan diukur dalam PP. menjelaskan.
Sementara itu, tarif kejahatan plastik yang semula direncanakan bersamaan dengan MBDK, tidak akan dilaksanakan pada tahun ini.
Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Akbar Harfinto mengatakan, dalam menyusun kebijakan plastik, pemerintah mempertimbangkan dua hal, yakni kebijakan finansial dan non finansial.
Dalam situasi saat ini, pemerintah memilih untuk memprioritaskan kebijakan non-anggaran yang telah banyak diterapkan untuk mengendalikan konsumsi plastik di Indonesia.
“Sekarang kalian lihat kalau untuk plastik, ada beberapa undang-undang non-anggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup (Kementerian Lingkungan Hidup) yang melarang penggunaan kantong plastik, itu kebijakan di luar anggaran,” jelasnya bersamaan. .
Meski demikian, pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan sistem fiskal jika diperlukan untuk mengendalikan konsumsi plastik di dalam negeri.
“Kami akan cek apakah masih diperlukan atau tarifnya ditambah dengan kebijakan fiskal,” tutupnya. (lidi/agustus)