Jakarta, CNN Indonesia –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka kasus suap yang melibatkan mantan pengacara PDIP Harun Masiku meski ia ditangkap dalam kasus tersebut sejak 2019.
Ketua Menteri Kriminal Umum Setyo Budiyanto mengatakan, penetapan tersangka dilakukan karena penyidik hanya mengandalkan bukti-bukti yang dimiliki.
Hanya sekarang karena sudah cukup bukti, seperti yang saya jelaskan tadi, maka peneliti lebih percaya diri, kata Setyo dalam konferensi di Rumah KPK, Selasa (24/12).
Setyo menjelaskan, keyakinan tersebut muncul setelah penyidik kelompok antikorupsi melakukan sejumlah pemeriksaan dan memanggil kedua belah pihak dalam kasus ini.
Hal itu, kata dia, setelah peneliti mencoba mengabadikan banyak dokumen terkait hal tersebut.
“Setelah dilakukan penggeledahan wish list Harun Masiku, ada kegiatan bernama, ada kegiatan audit, ada penyimpanan barang bukti elektronik,” ujarnya.
“Di situlah kita menemukan banyak bukti dan tanda-tanda yang memberikan keyakinan kepada penyidik untuk bertindak,” imbuhnya.
Selain itu, tambah Setyo, upaya penetapan Hasto sebagai tersangka karena diperlukan langkah untuk memakzulkan Pimpinan KPK.
“Barulah dia memutuskan untuk menerbitkan laporan investigasi, sehingga itulah alasan sebenarnya keputusan itu,” ujarnya.
KPK akan mempertahankan perkara atau menyelesaikannya dengan Hasto pada Kamis, 20 Desember 2024.
Hasto sudah berkali-kali diperiksa penyidik KPK terkait kasus ini sejak Januari 2020. Ia pun sempat bersaksi di Pengadilan Tinggi Jakarta. Hasto terakhir kali diwawancarai pada Juni 2024.
Harun Masiku, calon legislatif dari PDIP, sudah menjabat selama lima tahun. Ia dituduh menyuap Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat Ketua KPU agar bisa terpilih menggantikan Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.
Harun Masiku diperkirakan menyiapkan sekitar Rp 850 juta sebagai dukungan ke Senayan periode 2019-2024.
Wahyu Setiawan divonis tujuh tahun penjara sesuai putusan MA nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021. Pada Juni 2021, Wahyu dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.
Namun keanggotaan KPU periode 2017-2022 sudah dilepas gratis mulai 6 Oktober 2023.
Dua orang yang dibunuh KPK dalam kasus ini adalah loyalis Wahyu bernama Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.
Pada Kamis, 2 Juli 2020, Jaksa KPK Rusdi Amin menjebloskan Saeful Bahri ke Lapas Kelas IA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Sesuai putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 18/Pid. Sus-Tpk/2020/PN. Jkt. Pada 28 Mei 2020, Saeful divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta rumah selama empat bulan kurungan.
Saat ini, Agustiani divonis empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta, pasalnya empat bulan kurungan.
(mab/ryn/isn)