Jakarta, CNN Indonesia
Hasil penghitungan ulang di enam daerah pemilihan administratif di Jakarta pada Kamis (5/12) menunjukkan calon nomor urut 3 Pramono Anung-rano Karno pada Pemilihan Wali Kota DKI 2024 memperoleh suara 50,07 persen.
Saat ini, KPU DKI Jakarta belum mengeluarkan keputusan resmi mengenai hasil pemilihan Wali Kota Jakarta pada Pilkada Serentak 2024. Namun berdasarkan data yang dihimpun pilkada2024.kpu.go.id, fun-eastern.com mencatat Pramono-Rano memperoleh 2.183.239 suara.
Perolehan suara Pramono-Rano setara dengan 50,07 persen suara sah pemilihan Wali Kota Jakarta. Sedangkan rivalnya, pasangan calon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) memperoleh 1.718.160 suara atau sekitar 39,40 persen. Calon lainnya, Dharma Pongrekun-kun Wardana, memperoleh 459.230 atau 10,53 persen suara sah.
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Administratif Khusus Jakarta, penerimaan surat suara memenuhi syarat untuk putaran pilkada. Namun hasil pemilu belum selesai karena masih perlu disatukan kembali di tingkat provinsi.
Hasil pemilihan walikota akan diumumkan oleh KPU DKI Jakarta setelah pemilihan ulang provinsi pada 7–9 Desember.
Komisioner KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah mengatakan kepada wartawan, Kamis, bahwa “lain kali kami akan menyelesaikan penarikan kembali provinsi untuk mendapatkan data lengkap.”
Sesuai Pasal 157 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, setiap calon daerah berhak mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap hasil Pilkada 2024 paling lambat tiga hari kerja berikutnya. hari. Dari deklarasi penetapan hasil pemilu oleh E.
Namun, pengamat politik dan Ketua Umum ASI Ali Rifan mengatakan, peluang calon presiden daerah memenangkan perkara hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi sangat kecil.
Ali menilai kecil kemungkinan pasangan RIDO akan mempunyai peluang besar jika mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Mengingat proses pilkada dan presiden-presiden sebelumnya, dia mengatakan, banding terhadap pemilihan ulang (PSU) hanya bisa dilakukan jika ada bukti atau dalil yang kuat.
“Jika alasan memimpin PSU tidak kuat dengan bukti atau dalil, maka MK akan menolaknya. Apalagi MK selalu melihat isi, filosofi, dan aspek lain dari pengujian tersebut,” ujarnya kepada fun-eastern.com. Kamis (5/12).
Ali menjelaskan, salah satu kemungkinan alasan pengajuan pengaduan kubu RIDO adalah adanya dugaan penipuan sistem dan sistem skala besar (TSM).
Namun, Ali mengatakan, tidak mudah membuktikan kecurangan TSM dalam praktik pemilu saat mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut, dia menyebut pasangan Pramono-Rano belum mendapat dukungan dari partai penguasa di Pilwali DKI Jakarta.
Ia mencontohkan, “TSM tidak mudah untuk dibuktikan. Apalagi masyarakat yang menuding TSM adalah calon-calon yang berada di luar kekuasaannya. TSM biasanya dilakukan oleh calon-calon yang didukung atau didukung pemerintah. Dengan mengerahkan aparatur negara.”
Pramono-Rano diusung PDIP yang kebetulan bukan bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Presiden-Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sementara RK-Suswono mendapat dukungan kendaraan politik Prabowo-Gibran, KIM Plus, sejak Pilpres 2024.
Pendapat senada diungkapkan Khoirunnisa Agastyatti, CEO Eludem atau lebih dikenal Ninis. Ia mengatakan, pasangan RIDO berpotensi mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi, namun tetap bergantung pada bukti adanya pelanggaran TSM.
“Pada Pilpres lalu, semua dalil ditolak Mahkamah Konstitusi, meski ada tiga hakim yang tidak setuju, tapi terkait dengan sumber daya negara seperti bantuan sosial atau mobilitas,” ujarnya soal negara.
Di sisi lain, Nini menilai tingkat partisipasi dalam Pilkada Jakarta yang dipermasalahkan kubu RIDO juga tidak terlalu valid untuk dijadikan dasar gugatan PSU.
Dia mengatakan, rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilgub DKI mungkin disebabkan oleh pelaksanaan pemilu dan Pilkada yang dilaksanakan serentak pada tahun yang sama. Imbasnya, masyarakat bosan dan memilih tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilwali Walikota Jakarta.
“Namun hal ini bukan alasan untuk mengadakan pemilu ulang, karena yang penting adalah pemilu yang benar, meski jumlah pemilih sedikit,” jelasnya.