Phnom Penh, CNN Indonesia —
Pengusaha sekaligus pendiri CT Corp Chairul Tanjung berbagi ilmunya kepada kurang lebih 450 tokoh dan komunitas Muslim di Kamboja.
Pria yang biasa disapa CT ini memuji kuatnya pemerintahan Muslim di Kamboja. Pasalnya, meski komunitas Muslim Kamboja berjumlah kecil – hanya 850 ribu orang atau 5 persen dari 17 juta penduduk, namun terdapat anggota komunitas Muslim Kamboja di pemerintahan, senat, parlemen, dan kepala pemerintahan. . daerah.
Namun, ia mengingatkan, komunitas Muslim di Asia Tenggara masih dianggap minoritas dalam mengelola perekonomian. Padahal, menurut statistik, umat Islam di Asia Tenggara jumlahnya sangat banyak, mencapai 253 juta jiwa atau 42 persen dari jumlah penduduk.
Menurut CT, ia menyebutkan lima “musuh bersama” umat Islam yang menyulitkan pembangunan, mulai dari kurangnya pengetahuan, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, ketidaktahuan/kurangnya kepedulian dan kemalasan!
Jika ingin mengubah nasib, pendidikan adalah tolak ukur utama.
“Pendidikan menjadi kata kunci akses informasi publik dan kemampuan bersaing. Madrasah juga harus mampu bersaing dengan universitas-universitas terbaik,” ujar pria yang akrab disapa CT ini dalam acara Kamboja-Jepang Cooperation Center (CJCC). ), Phnom Penh, Kamboja pada Kamis (23/11).
Pada saat itu, CT juga memperingatkan bahwa “penyakit mental” dapat menghambat perkembangan masyarakat. Dari mengalah pada keadaan, menunggu perubahan tanpa berusaha, memilih menyerah untuk menghindari konflik, hingga tidak mengkhawatirkan hal-hal kecil.
“Jadi kalau Anda miskin, jangan salahkan Tuhan, tapi salahkan diri Anda sendiri karena bisa jadi Anda tidak bekerja,” ujarnya kepada para politisi, wakil gubernur, pengusaha dan sejumlah pejabat yang hadir. unsur masyarakat Islam dari berbagai provinsi di Kamboja.
Selain berpikir buruk, berpikir cepat juga menjadi masalah bagi generasi muda. Misalnya saja maraknya penggunaan korupsi dan suap.
Jalan yang salah ini akan membawa pada jatuhnya pemikiran manusia. Pasalnya, mereka tidak melalui proses melainkan bekerja keras membangun pikiran, komunikasi, dan sikap yang kuat.
“Lihat saja kehidupan bayi, dimana kehidupan bermula dari kepompong, mereka berjuang untuk keluar dari kepompong itu sendiri hingga akhirnya berhasil, mereka cantik, mereka terbang dan bebas berkeliaran jika kita ingin berkembang. , kita harus bekerja keras karena kerja keras menciptakan “proses penguatan dan kualitas”, kata ketua.
Oleh karena itu, ia kerap menyebut paradigma inovasi, kreativitas, dan kewirausahaan (ICE) yang harus dimiliki oleh mereka yang mengubah kinerjanya atau menjadi lebih sukses.
Dulu, keteladanan kualitas dan produksi berhasil diusung Jepang di dunia industri, bahkan sampai menguasai Amerika Serikat sebagai negara adidaya.
Saat ini, untuk menjadi yang terbaik memerlukan inovasi, kreativitas tanpa akhir, dan visi bisnis.
“Nah, untuk mencapai itu (paradigma ICE), kita membutuhkan banyak pekerja yang berpendidikan tinggi,” imbuhnya.
(sfr/sfr)