Jakarta, CNN Indonesia —
Keputusan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 menimbulkan kegaduhan sosial. Kekecewaan tetangga tidak bisa dianggap sebagai gangguan biasa.
Penolakan terhadap kenaikan PPN datang dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari pekerja hingga pengusaha. Kenaikan pajak pertambahan nilai diyakini akan meningkatkan tekanan terhadap masyarakat kelas menengah dan bawah.
Pak Muhammad termasuk kelompok yang menolak kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12%. Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, kesejahteraan warga bisa semakin terancam.
“Jelas kenaikan pajak pertambahan nilai akan semakin merugikan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah dan menengah,” kata Perdana Menteri Anwar, Rabu (18/12).
Selain itu, pada Kamis (19/12) pukul 09.00 WIB, sebanyak 90.153 orang menandatangani petisi yang meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12%. “Pemerintah harus segera membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai!” Akan dimulai pada 19 November 2024 yang dipandu oleh Baren Warga.
Kunto Adi Wibowo, komentator politik Universitas Padjadjaran (Ampad), menilai gelombang kenaikan pajak pertambahan nilai hingga 12% yang terjadi belakangan ini bukan sekadar gangguan sementara.
Dia mengatakan, gelombang penolakan ini bisa diartikan sebagai ekspresi kemarahan dan kekecewaan masyarakat terhadap keputusan pemerintahan Prabowo dan Gibran Rakabumin Raka. Lebih lanjut, terlihat bahwa pemberlakuan pajak pertambahan nilai sebesar 12% tidak hanya berlaku pada barang mewah seperti yang disampaikan Pak Prabowo.
“Saya kira ini bukan keributan biasa, karena Pak Prabowo sendiri yang mencoba menekan pajak pertambahan nilai sebesar 12% dengan mengatakan bahwa itu hanya berlaku untuk barang mewah,” kata Kunt, Kamis (19/12) kepada CNNIndonesia. com.
“Tapi kemudian kita melihat pemerintah melalui Menteri Keuangan mengumumkan bahwa bukan hanya barang mewah yang akan mendapat kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12%,” tambahnya.
Menurut dia, kenaikan PPN hingga 12% diperlukan karena adanya berbagai program pemerintah yang membutuhkan anggaran besar. Salah satunya adalah makanan bergizi gratis yang menjadi program utama Prabowo Gibran sejak kampanye Pilpres 2024.
“Kebutuhan anggaran untuk program makan gratis bergizi Pak Prabowo juga sangat tinggi. Tampaknya inilah yang menyebabkan pajak pertambahan nilai sebesar 12% terus naik, tidak hanya pada barang mewah tapi juga pada akhirnya,” ujarnya.
Asrinaldi, pengamat politik Universitas Andalas, melaporkan hal serupa. Dia mengatakan, Prabowo mengambil jalan pintas dengan menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12%.
Ia mengatakan pemerintahan Prabowo Gibran kesulitan membiayai program-program prioritas di tengah defisit anggaran negara.
“Pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui program pembangunan, namun defisit anggaran membuat penggalangan dana sulit. Itu sebabnya dipilih opsi kenaikan pajak pertambahan nilai.”
Cara termudah adalah dengan menaikkan pajak pada rakyat. Padahal, menurut dia, bisakah pemerintah melakukan diversifikasi investasi ke daerah baru untuk meningkatkan APBN dengan membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai?
Pak Alinaldi menegaskan, keputusan Pak Prabowo menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12% akan berdampak besar pada kepuasan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat semakin terbebani karena harus memenuhi kebutuhan pokoknya sekalipun.
Menurut dia, pengecualian penerapan kebijakan PPN 12 persen pada produk pangan tertentu tidak banyak berpengaruh.
“Kebijakan yang diterapkan pemerintahan Prabowo pasti akan berdampak pada kepuasan masyarakat,” kata Asrinaldi.
“Tentunya hal ini akan memberikan efek domino pada sektor lain sehingga berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat dan pemenuhan kebutuhan pokoknya,” lanjutnya.
Terkait hal itu, Asrinaldi mengatakan, Prabowo bisa membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai hingga 12%. Kebisingan warga yang terus-menerus dapat dianggap mengganggu fungsi pemerintah.
“Jika ada tekanan masyarakat yang lebih besar, bisa jadi ditarik kembali karena akan berdampak besar terhadap perekonomian dan menghambat pemerintahan Prabowo dalam menjalankan tugas pemerintahan lainnya,” ujarnya.
Kunt juga menilai Prabowo akan membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai jika resistensi masyarakat meningkat. “Menurut saya, ada kemungkinan untuk dibatalkan, tapi kemungkinannya kecil untuk dilanjutkan. Sebelumnya, Prabowo juga mengatakan bahwa pajak pertambahan nilai hanya berlaku untuk barang mewah,” ujarnya.
Namun Kunt mengatakan, apapun keputusan yang diambil, Prabowo akan tetap menjadi “pahlawan” di mata masyarakat. Jika Pak Prabowo mengambil langkah populis dengan membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai, kemungkinan besar ia akan mendapat respons positif.
Namun meski tidak demikian, Prabowo bisa memuaskan masyarakat dengan mempercepat penerapan program makan bergizi gratis.
Pilihannya adalah menjadi lebih merakyat dan menjadi pahlawan dengan menghapuskan PPN 12%, atau tetap terlihat sebagai pahlawan dengan mempercepat pemberian makanan bergizi gratis dan terus menaikkan PPN, ujarnya. (tfq/tsa)