Jakarta, CNN Indonesia —
Kapolda Kalteng Irjen Djoko Purwanto membeberkan kronologi dugaan pembunuhan dan perampokan disertai kekerasan yang dilakukan Brigjen Anton Kurniawan Stiyanto dan Hariyono terhadap korban berinisial BA.
Djoko menjelaskan, Anton yang merupakan anggota Polsek Palangka Raya bersama Hariyono mencari korban yang berada di luar mobil di Jalan Tjilik Riwut KM 39 pada 27 November.
Anton menghampiri korban dan menceritakan bahwa dirinya adalah anggota Polda dan mendapat informasi telah terjadi pemerasan di posko 38 yang merupakan mobil kiriman dari Banjarmasin, kata Djoko saat Rapat Komisi III DPR. di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/12).
Dalam keadaan tersebut, Saudara Anton kemudian mengajak korban masuk ke dalam mobil Sigra untuk menuju kantor pos dan kemudian meyakinkan korban bahwa hal tersebut terkait dengan pungli yang dimaksud, lanjutnya.
Djoko menjelaskan, Anton yang duduk di belakang mobil memerintahkan Hariyono mengemudikan mobil menuju Kasongan, Kabupaten Katingan.
Sedangkan korban duduk di sisi kiri depan mobil atau di samping Hariyono yang mengendarai mobil.
Tak lama kemudian, Anton meminta Haryono memutar kendaraannya. Lalu terjadilah penembakan.
Anton menyuruh adik Hariyono mundur dan berbalik, di posisi itu Hariyono mendengar suara tembakan, jelasnya.
Djoko menjelaskan, penembakan tersebut tidak terjadi hanya sekali. Dia mengatakan, penembakan kembali terjadi setelah Anton memerintahkan Hariyono memutar kendaraan menuju Kasongan.
“Setelah terjadi letusan ini, Saudara Anton memerintahkan Saudara Hariyono untuk mengarahkan kendaraan kembali ke arah Kasongan dan Anton kembali mendengar letusan berikutnya,” ujarnya.
Pasca kecelakaan, korban terlempar dan mobilnya dikemudikan mobil yakni Grand Max, imbuhnya.
Dalam kasus ini, Anton dan Hariyono dijerat Pasal 365 ayat (4) KUHP dan atau Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal mati.
Sementara itu, Kepala Propam Polda Kalteng Kompol Nugroho mengatakan, Brigadir Anton saat ini juga sudah dikenakan sanksi pemecatan atau pemberhentian dengan hormat.
“Empat hari terakhir yang bersangkutan diberhentikan dengan tidak hormat. Sekali lagi diberhentikan dengan tidak hormat,” kata Nugroho. (mab/dari)