Jakarta, CNN Indonesia —
PT Sri Rejeki Isman alias Sritex kembali menjadi sorotan setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kasus pailitnya. Dalam kondisi seperti ini, momentum kenaikan Sritex semakin kuat.
Meski permohonan kasasi ditolak, Sritex akan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan tersebut.
Pengadilan Negeri Niaga Semarang (PN) memang telah menyatakan Sritex pailit sejak Senin (21/10). Bahkan, perusahaan tekstil tersebut sukses hingga menjadi produsen pakaian militer untuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan tentara Jerman.
Lalu bagaimana kisah Sritex yang pertama kali mengajukan pailit ke PK?
Sritex didirikan oleh H.M. Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional pada tahun 1966 di Pasar Klewer, Negeri Solo, Jawa Tengah. Dua tahun kemudian, pabrik percetakan pertama Sritex dibuka, memproduksi pakaian putih dan berwarna.
Pada tahun 1978, Sritex terdaftar sebagai perusahaan saham gabungan di Kementerian Perdagangan. Kemudian pada tahun 1982, salah satu perusahaan pakaian terbesar di Indonesia mendirikan pabrik pakaian pertama.
Sekitar 10 tahun kemudian, Sritex memperluas pabriknya dengan empat lini produksi yaitu pemintalan, penjahitan, permukaan, dan kain dalam satu tempat.
Pada tahun 1994, Sritex bahkan menjadi produsen pakaian untuk pasukan NATO dan Jerman.
Tepat di tengah krisis finansial tahun 1998, Sritex mampu bertahan dan mampu melipatgandakan pertumbuhannya hingga delapan kali lipat dibandingkan saat pertama kali listing pada tahun 1992.
Sritex terus berkembang selama bertahun-tahun hingga resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan nomor saham SRIL. Namun SRIL telah disuspensi oleh BEI hingga 18 Mei 2021.
Ini III. Pembayaran pokok dan bunga Sritex Note Medium Term (MTN) 2018 (USD-SRIL01X3MF) merupakan dampak dari penundaan tahap 6.
Sebelumnya, penangguhan diberikan hingga 18 Mei 2023 atau 24 bulan. Namun Sritex tidak pernah memenuhi kewajibannya. Oleh karena itu, BEI juga berulang kali mengeluarkan surat peringatan yang bisa dicabut kepada produsen di sektor pakaian jadi.
Syarat-syarat pembatalan tersebut antara lain apabila penghentian sementara (suspensi) saham perseroan selama 24 bulan, serta syarat-syarat pengalaman saham yang secara finansial atau hukum berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha perseroan tercatat.
Tak hanya itu, Sritex dikabarkan bangkrut. Namun pihak perusahaan membantah kabar tersebut.
CFO Sritex Welly Salam mengatakan penjualan mereka memang menurun namun tidak meningkat. Ia menjelaskan, kondisi geografis perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina menyebabkan terganggunya rantai pasokan dan penurunan ekspor akibat perubahan prioritas penduduk Eropa dan Amerika Serikat.
Selain itu, perlambatan industri TPT disebabkan oleh masuknya produk TPT dari Tiongkok. Menurut dia, hal ini menyebabkan terjadinya price dumping, dimana produk yang lebih murah tersebut menyebar ke negara-negara yang peraturan impornya longgar, termasuk Indonesia.
Namun perseroan tetap beroperasi dengan menjaga kelangsungan usaha dan menggunakan kas internal serta dukungan sponsorship, jelasnya.
Namun perusahaan yang telah beroperasi selama 36 tahun itu saat itu dinyatakan bangkrut. Keputusan tertulis dalam putusan perkara PN 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN.Niaga.Smg, Senin (21/10) lalu.
Berdasarkan Sistem Informasi Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, pemohon pailit Sritex menyatakan pemohon gagal memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Tidak terpengaruh, Sritex mengajukan banding atas keputusan pailit tersebut. GM HRD Sritex Group Haryo Ngadiyono mengatakan operasional perseroan tetap berjalan meski ada putusan pailit.
“Kami mengajukan kasasi ke MA hari ini,” ujarnya di Menara Wijaya, Sekretariat Daerah Sukoharjo, Jumat (25/10), dikutip Detik Jateng.
Namun, permohonan banding tersebut baru-baru ini ditolak oleh Mahkamah Agung. Namun Direktur Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan pihaknya akan mengajukan PK atas keputusan tersebut.
Keputusan ini diambil setelah perusahaan tersebut menutup diri menanggapi keputusan Mahkamah Agung.
“Kami menempuh jalur hukum ini untuk melanjutkan usahanya,” kata pria yang akrab disapa Wawan itu dalam keterangan tertulis yang diperoleh fun-eastern.com, Jumat (20/12).
Upaya yang juga dilakukan Wawan ini juga dilakukan mengingat banyaknya warga yang bekerja di pabrik Sritex. Putra pendiri Sritex ini menegaskan, perusahaannya berkomitmen untuk terus memberikan kesempatan kerja bagi 50.000 karyawannya.
“Langkah hukum ini kami ambil berdasarkan keinginan tidak hanya pihak perusahaan, tapi seluruh keluarga besar Sritex,” ujarnya.
Wawan mengatakan pihaknya telah berupaya keras untuk tetap melanjutkan usahanya selama proses kasasi ke Mahkamah Agung masih menunggu. Hubungan kerja (PHK) mereka juga tidak diputus selama proses hukum.
“Upaya kami tidak mudah karena kami menghadapi keterbatasan waktu dan sumber daya,” ujarnya.
Sebab, meski proses hukum masih berjalan di Mahkamah Agung, Sritex masih pailit. Akibatnya, Sritex tidak bisa membeli bahan mentah atau menjual produk manufaktur ke pelanggan.
Ia berharap pemerintah mendukung PT Sritex untuk terus beroperasi.
“Kami berharap pemerintah memberikan keadilan hukum yang memperhatikan kemanusiaan, mendukung upaya kita dalam berusaha, dan berkontribusi terhadap pengembangan industri garmen nasional,” kata Wawan.
(del/agt)