Jakarta, CNN Indonesia
Mahkamah Agung (PT) DKI Jakarta menambah hukuman hakim MA nonaktif Gazalba Saleh menjadi 12 tahun penjara dan menambah ganti rugi karena dituduh menerima suap dan melakukan pencucian uang (TPPU) dalam perkara Mahkamah Agung (MA). .
Gazalba Saleh diperintahkan membayar Rs 500 crore kurang dari sebulan setelah putusan yang menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada anak perusahaannya. Ia juga didenda 500 juta subsider dan divonis empat bulan penjara.
Menyatakan terdakwa Gazalba Saleh dipidana secara sah dan meyakinkan atas tindak pidana korupsi dan TPPU yang dilakukan secara bersama-sama untuk pertama dan kedua kalinya, demikian bunyi petikan putusan 35/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI yang dimuat di Antara. Daftar Putusan Mahkamah Agung Indonesia.
Oleh karena itu, PT DKI menilai terdakwa Gazalba dinyatakan melanggar Pasal 12B Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 UU No. KUHP. dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Keputusan banding Gasalba Saleh
Gazalba Saleh divonis 10 tahun penjara dan denda subsider 500 juta selama empat bulan oleh Pengadilan Kriminal Jakarta Pusat. Pengadilan tidak memberikan kompensasi kepada Gazalba Saleh.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim PT DKI Jakarta tidak setuju dengan keputusan hakim pada sidang pertama yang menyatakan tidak ada uang negara yang diterima atau dinikmati Gazalba Saleh secara melanggar hukum, sehingga tidak ada hukuman tambahan. untuk kompensasi.
Hakim MA menilai hukuman pidana tambahan tidak hanya didasarkan pada kerugian negara atau uang negara yang diterima atau dinikmati terdakwa, tetapi juga pada uang atau tunjangan yang diterimanya.
Dalam kasus ini, Pengadilan Banding memutuskan Gazalba Saleh dan pengacaranya, Ahmad Riyad, kedapatan menerima hadiah sebesar 50.650 juta. Total, Gazalba Saleh mendapat bagian sebesar Rp 500 juta.
Pensiun tersebut terkait kasus pembunuhan pemilik Usaha Dagang Logam Jaya Jawahirul Fuad yang menghadapi kendala hukum terkait penanganan limbah B3 tanpa izin pada tahun 2017.
Menurut hakim PT DKI Jakarta, tindakan penerimaan Gazalba Saleh termasuk dalam kategori suap karena menyangkut jabatan yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya sebagai hakim agung.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) UU 31/1999, perbuatan tersebut dapat dipidana lebih lanjut berupa ganti rugi sebanyak-banyaknya yang diterima Gazalba Saleh dari Jawahirul Fuad, yakni sebesar Rp 500 juta.
Selain itu, panitia kasasi menekankan agar Bapak Gazalba Saleh, hakim Mahkamah Agung, harus menjadi teladan dan teladan yang baik bagi masyarakat dan lembaga peradilan di Mahkamah Agung Indonesia.
“Padahal para terdakwa telah melakukan tindak pidana suap dan pencucian uang yang telah merusak citra dan nama baik Mahkamah Agung RI dan tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus sehingga harus dilakukan penindakan. khusus untuk diperbaiki. termasuk kerasnya hakim saat mengujinya.” Pengadilan Banding di PT DKI.
Keputusan di tingkat banding masing-masing diambil oleh Ketua Hakim Teguh Harianto dan Subachran Hardi Mulyono, Sugeng Riyono, Anthon R. Saragih, dan Hotma Maya Marbun. Keputusan tersebut diumumkan pada Senin (16/12).
Dalam kasus ini, Gazalba Saleh diduga menerima subsidi dan pengobatan TPPU senilai total Rp62,89 miliar dengan rincian bonus Rp650 juta dan TPPU sebesar US$ 18.000 (Rp 216,98 juta) Rp37 miliar 1,13. juta dolar Singapura (13,59 miliar rupiah), 181.100 dolar AS (2 miliar rupiah) dan Rp. 9,43 miliar pada tahun 2020-2022.
Dalam dakwaan, bonus tersebut dipastikan dibebankan bersama pengacara Ahmad Riyad Komunikasi antara Jawahirul Fuad dan Gazalba. Uang hasil gratifikasi tersebut digunakan sebagai dana TPPU untuk pembelian mobil mewah, tanah atau bangunan, pembayaran cicilan rumah, dan devisa.
(Antara / Anak-anak)