Jakarta, CNN Indonesia —
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Kemenhub) Kementerian Perhubungan mencatat total kerugian ekonomi akibat blokade di Indonesia mencapai 4 miliar dolar AS atau Rp 63,4 triliun (dengan asumsi kurs 15.870 rubel per dolar AS).
Angka tersebut setara dengan 0,5% produk domestik bruto (PDB) nasional.
Hal itu disampaikan Ahmad Ardiansyah, Ketua Kelompok Materi Rekayasa Lalu Lintas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, saat berdiskusi di Forum Pemimpin Redaksi Masyarakat Media Siber Indonesia (SMSI) (Pemred) . Ruang Dewan Pers, Jakarta, Rabu (20/11).
“Total kerugian kemacetan mencapai $4 miliar per tahun, dengan kontribusi Jakarta sebesar $2,6 miliar,” kata Ahmad.
Dia menjelaskan, urbanisasi yang pesat juga menjadi salah satu penyebab utama kemacetan lalu lintas. Pada tahun 2045, 230 juta penduduk Indonesia diperkirakan akan tinggal di perkotaan, meningkat secara signifikan dari 135 juta penduduk pada tahun 2015.
Ahmad menekankan perlunya strategi push and pull. Dalam hal ini, strategi dorong mencakup kebijakan yang membatasi penggunaan kendaraan pribadi, seperti sistem ganjil genap dan manajemen waktu.
Pada saat yang sama, strategi atraksi mengacu pada peningkatan daya tarik angkutan umum dengan meningkatkan fasilitas dan mengintegrasikan moda transportasi.
“Strategi push and pull harus diterapkan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Forum Redaksi SMSI Dar Edi Yoga menjelaskan hilangnya produktivitas dan hilangnya kemacetan berkontribusi signifikan terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Kemacetan tidak hanya berdampak pada waktu dan kenyamanan, tapi juga menjadi salah satu penghambat utama pertumbuhan ekonomi,” kata Dar Edi Yoga.
Sementara itu, Korlantas Polri Brigjen Bakharuddin Muhammad Syah menjelaskan kemacetan disebabkan oleh kombinasi faktor manusia, infrastruktur jalan yang belum memadai, dan kurangnya manajemen lalu lintas berbasis teknologi.
“Perlambatan yang berdampak pada kemacetan disebabkan oleh faktor manusia, faktor lalu lintas, faktor kendaraan, faktor alam atau lingkungan, kerusakan infrastruktur dan sistem yang tidak memadai, sistem pengelolaan yang tidak profesional atau cara pengelolaan yang sebagian masih manual dan rutin, serta situasi darurat dan darurat.” jelas Bakharudin.
Di sisi lain, Senior General Manager Jassa Marga Metropolitan Regional Vidyatmiko Nursejati menjelaskan kemacetan juga melanda jalan tol.
Dia menjelaskan, Jassa Marga memiliki 36 konsesi jalan tol sepanjang 1.736 km dan mengoperasikan jalan tol sepanjang 1.264 km.
Aktivitas tol Jasa Marga tersebar di seluruh Indonesia, dimana sebagian besar jalan tol sudah terhubung sehingga berdampak positif pada konektivitas. Sebagian besar jalan tol tersebut berlokasi di Pulau Jawa.
Hal ini setara dengan volume lalu lintas harian tertinggi yang juga terjadi di wilayah Jabotabek yaitu 2,50 juta kendaraan per hari atau 71 persen dari total lalu lintas harian di wilayah Jasa Marga Group.
“Ruas Dalam Kota memiliki total LHR tertinggi sebanyak 543.000 kendaraan/hari, ruas Yapek sebanyak 448.000 kendaraan/hari, dan ruas Yagorav sebanyak 420.000 kendaraan/hari,” jelasnya.
Menurut dia, upaya pengelolaan kepadatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain peningkatan kapasitas, optimalisasi teknologi, integrasi jalan tol dan jaringan antarmoda, serta koordinasi lintas sektoral.
Sementara itu, Presiden ITW Edison Seahan menyebut rendahnya kesadaran masyarakat terhadap peraturan lalu lintas dan kurangnya penegakan hukum sebagai penyebab utama kekacauan tersebut.
Ia menyarankan evaluasi kebijakan seperti rambut-rambut serta penguatan operasi lalu lintas seperti Operasi Zebra dan Operasi Simpatik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Ironisnya, ada rasa bangga saat mengumumkan hasil tindakan yang jumlah pelakunya terus meningkat. kesadaran akan peraturan lalu lintas di masyarakat.” – dia menyimpulkan.
(lau/fr)