Jakarta, CNN Indonesia —
Seorang anak kelas 3 SD di Subang, ARO (9), meninggal dunia setelah diduga di-bully oleh kakak kelasnya. Korban sempat koma dan dirawat di RSUD Ciereng sebelum meninggal.
“Ini hari keenam, kondisinya sama sekali tidak stabil, kritis, koma, dari segi medis mati otak, meninggal pukul 16.10 WIB,” kata Wakil Direktur Pelayanan Medis Syamsu Riza, Senin. (25/25). 11) malam.
Korban dirawat selama 6 hari di rumah sakit. Syamsu menjelaskan, pihaknya melakukan beberapa hal untuk membantu korban bertahan hidup.
“Diagnosis awal adalah pendarahan otak, kecurigaannya ada (efek) hanya jika tidak ada kecurigaan lain. Kami belum bisa memastikan apakah Anda memiliki penyakit bawaan atau tidak, kami belum melakukan tes karena kondisi pasien belum stabil, jadi kami sedang mencari, tidak ada luka di bagian perut, ”ujarnya.
Menurut Syamsu, pasien sudah koma sejak masuk rumah sakit. Selama perawatan, kondisinya terus memburuk.
“Dari kedatangannya sampai kematiannya tidak ada yang berubah. Saat sampai di IGD dia koma, tidak sadarkan diri, kami tidak bisa memastikan apakah sudah lama atau tidak, sehingga dilakukan otopsi oleh polisi. bisa kita simpulkan dari hasil otopsi,” tutupnya.
Diketahui, ARO (9) mengeluh sakit perut, sakit kepala, bahkan muntah-muntah. Keluarga baru mengetahui kekerasan tersebut setelah kondisi korban semakin memburuk.
“Dua hari dia muntah-muntah sambil makan, dia muntah-muntah, perutnya sakit, orang tuanya tidak bilang karena takut, aku bilang kenapa kamu seperti ini, perutnya sakit, setelah itu dia memperbaikinya. Pijat tidak Jangan sampai muntah-muntah lagi,” kata Sarti, kakak korban, kepada wartawan di rumahnya, Jumat (22/11).
Sarti menjelaskan, korban masuk ke sekolah dan kondisinya semakin parah sehingga korban masih kesulitan membuka kelopak mata, berjalan bahkan merangkak.
Informasinya, korban di-bully oleh kakak kelasnya yang berasal dari kelas 4 dan kelas 5, berinisial M, D, dan O.
Sementara itu, Pj Bupati Subang Imran juga menonaktifkan kepala sekolah yang dihadiri korban akibat dugaan perundungan tersebut.
“Pertama, saya sudah berulang kali mengatakan bahwa Pemerintah Subang menentang tindakan perundungan. Ingat, saya sudah beberapa kali mengatakan, jika terjadi perundungan, saya akan mencopot kepala sekolah atau anak tersebut akan mengambil tindakan, dan sekarang saya sudah membuktikannya, saya Kepala Sekolah akan menonaktifkannya sampai dokumentasi pemeriksaan selesai,” kata PJ Bupati. Imran kepada awak media di luar kamar jenazah RSUD Ciereng Subang, Selasa (26/11).
Imran meminta polisi mengusut kasus tersebut. Saat ditanya mengenai upaya yang dilakukan pemerintah Subang pasca kejadian tersebut, ia mengatakan bahwa upaya penyadaran anti-bullying secara besar-besaran telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil.
“Harusnya polisi yang tangani, ini tidak akan terjadi di Subang. Kita lakukan peningkatan kesadaran, kita terapkan pertahanan anti-bullying, artinya harus ada penegakan hukum,” ujarnya.
Imran pun mengatakan, besok ia akan melakukan absensi di sekolah korban. Ia tidak hanya mengumpulkan orang tua siswa, tapi juga seluruh kepala sekolah untuk melihat langsung sekolah korban.
“Saya sampaikan hal ini tidak boleh terjadi lagi. Besok saya akan dipanggil ke sekolah korban, saya akan kumpulkan seluruh orang tua siswa seluruh sekolah untuk melihat, jangan sampai terjadi lagi,” tegasnya.
Baca lebih lanjut di sini. (tim/adalah)