Jakarta, CNN Indonesia –
Pemerintah merencanakan liburan sekolah selama bulan Ramadhan. Namun, hanya sedikit orang tua yang tidak setuju dengan retorika ini.
Ibunda Puput yang juga reporter lepas ini menceritakan liburan sekolah yang dialaminya di bulan Ramadhan pada masa pemerintahan Presiden Abdul Rahman Wahid dan Gus Dur. Saat itu, ia cukup rajin sholat subuh, berceramah, dan bermain bersama teman-temannya.
Namun, setelah peraturan tersebut diberlakukan kembali, peraturan tersebut menghadapi beberapa tentangan. Di satu sisi, hari raya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk memahami hakikat bulan Ramadhan. Namun di sisi lain, libur panjang tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua, terutama yang semuanya bekerja.
“Bahkan liburan pun tidak bisa mendidik,” kata Poput. Dengan bersekolah juga bisa memahami hakikat Ramadhan [puasa tidak harus lambat, tidak harus aktivitas.” Selasa (14/1) dalam wawancara dengan fun-eastern.com.
Hal ini juga memberikan semangat kepada anak-anak sekolah untuk tidak sendirian dalam menjalankan ibadah puasa.
Senada dengan Poput, Bowe juga tak sependapat dengan pembicaraan mengenai libur sekolah di bulan Ramadhan.
Ayah dua anak ini tak memungkiri, hari raya bisa membuat anak lebih fokus beribadah. Namun berdasarkan pengalaman pribadi, liburan membuat anak tidak banyak melakukan aktivitas bermakna.
“Anak-anak biasanya tidak banyak melakukan aktivitas saat liburan, dan biasanya tidak ada aktivitas berarti di rumah,” kata Bowo.
Selain itu, ia menanyakan bagaimana anak-anak menyikapi pelajaran yang harus mereka tempuh karena waktu kegiatan belajar mengajar berkurang selama Ramadhan.
“[Namun] kegiatan pembelajaran di sekolah semakin memendek, dan ada kelas-kelas yang harus dilakukan guru untuk mengejar ketertinggalan siswa setelah libur Ramadhan,” kata Bowo dalam wawancara terpisah melalui pesan singkat.
Sementara itu, Angger mengamini jika pemerintah menerapkan libur satu bulan. Ibu dua anak ini berpendapat, saat liburan, aktivitas anak lebih diawasi orang tua, dan anak lebih memperhatikan aktivitas Ramadhan.
Namun, ia juga mengetahui ada konsekuensinya, mungkin anak terlalu banyak bergerak dan puasanya terganggu. Tak ayal, karena kegiatan pembelajaran diliburkan, materi pelajaran ditinggal di awal dan akhir Ramadhan
Pidato libur sekolah Ramadhan yang pertama kali disampaikan Menteri Agama Nasarudin Omar pada Desember 2024 lalu menuai dampak positif dan negatif. Namun sejauh ini pemerintah belum melakukan gebrakan.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasman) Abdul Muti mengungkapkan tiga rencana terkait pidato saat libur sekolah di bulan Ramadhan. Pilihan yang diberikan adalah libur sebulan, istirahat awal dan akhir Ramadhan, serta bersekolah seperti biasa.
Ia mencermati opsi ini dan menyadari bahwa istirahat di awal Ramadhan dan di akhir Ramadhan adalah pilihan yang lebih baik daripada mengambil cuti sebulan. Libur di awal Ramadhan membantu anak untuk menyesuaikan diri agar anak tidak kaget dengan puasa dan berangkat sekolah.
“Kalau Idul Adha, hari raya itu penting karena ketika umat Islam mendekati akhir Idul Adha atau Ramadhan, itu adalah kesempatan untuk mendapatkan pahala yang lebih banyak. Biasanya saya lebih banyak salat Tarawi berjamaah. Saat saya dan suami tidak ada di kantor, kami mencoba menemuinya dan membaca Alquran.
Bowo dan Angger pun sepakat untuk istirahat di awal dan akhir Ramadhan. Anak-anak dibiasakan aktif saat berpuasa.
“Waktu belajar selama Ramadhan juga bisa dipersingkat satu jam,” tambah Bowo. (lainnya/asr)