Jakarta, CNN Indonesia —
Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex menerima putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi terkait status pailitnya.
Putusan pailit tersebut pertama kali diperoleh dari Pengadilan Negeri Semarang Niaga (PN) melalui putusan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada Senin (21/10).
Berdasarkan Acara Penerangan Masyarakat (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, putusan pailit tersebut dikeluarkan atas permintaan PT Indo Bharat Rayon membatalkan penyelesaian dengan tergugat (Sritex Group) karena wanprestasi pembayaran kewajiban.
Pengadilan Negeri Semarang menyatakan Sritex pailit setelah mengabulkan permohonan perdamaian Indo Bharat Rayon untuk menunda utang yang telah disepakati sebelumnya.
Pemohon kemudian meminta agar putusan Pengadilan Negeri Semarang Niaga nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg tanggal 25 Januari 2022 tentang Penegasan Rencana Perdamaian dibatalkan (homologasi). Pemohon meminta agar para tergugat dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Lalu siapa sebenarnya yang membubarkan Sritex di Indo Bharat Rayon?
PT Indo Bharat Rayon (IBR) merupakan lini bisnis yang terkait dengan konglomerat India, Aditya Birla Group. Perusahaan ini didirikan dan mulai beroperasi pada tahun 1980.
Menurut situs resmi perusahaan, IBR memelopori produksi serat viscose stapel (VSF) di Indonesia. Lokasi pabrik berada di Purwakarta, Jawa Barat.
PT IBR memulai produksi komersial pada tahun 1986 dengan kapasitas sederhana sebesar 16.500 tpa. Saat ini perseroan terus mengembangkan lini usahanya hingga kini pabrik tersebut mempunyai kapasitas produksi lebih dari 200 ribu tpa.
IBR juga mengklaim sebagai produsen VSF terbesar kedua di dunia dalam satu lokasi.
Perusahaan ini juga memproduksi bahan kimia seperti natrium sulfat anhidrat dan asam sulfat yang sering digunakan dalam industri kimia penerangan, kaca, pewarnaan tekstil, serta pulp dan kertas di pasar dalam dan luar negeri.
Saat ini, Indo Bharat Rayon tidak hanya menikmati pangsa pasar di dalam negeri tetapi juga melayani pelanggan di Amerika Serikat, Eropa, Turki, Jepang, Korea, Cina, Maroko, Filipina, Malaysia dan tempat lain di dunia dalam bidang tekstil dan non- sektor tenun.
Fokus perusahaan pada perlindungan lingkungan tercermin dalam peralatan pengolahan limbah khusus dan praktik pembuangan limbah ilmiah.
Dalam laporan tahunan Sritex tahun 2014, Indo Bharat Rayon bersama PT South Pacific Viscose dinobatkan sebagai dua perusahaan serat rayon terbesar di Indonesia.
Sritex Group juga memiliki pabrik serat rayon sendiri, PT Rayon Utama Makmur (RUM), namun permasalahan bau limbah produksi menghambat tindakan perusahaan yang banyak ditentang oleh masyarakat Sukoharjo.
(del/agt)