Jakarta, CNN Indonesia
Suasana Piala AFF, kejuaraan paling bergengsi di Asia Tenggara, dinilai unik khususnya bagi Indonesia.
Tujuannya, Indonesia mengirimkan tim yang didominasi pemain U-22 untuk menjadi juara. Skuad utama Indonesia untuk kualifikasi Piala Dunia 2026 belum disebutkan.
Sebenarnya ini bukan kali pertama Indonesia bermain dengan pemain muda di Piala AFF. Sejak edisi pertamanya pada tahun 1996, Indonesia selalu mengisi timnya dengan pemain-pemain muda.
Pada edisi 2016 misalnya, tim Garuda didominasi pemain terburuk. Hal itu terjadi karena ada batasan maksimal pemanggilan tiga pemain dari satu klub.
Tak hanya Indonesia, Thailand pun melakukan hal serupa. Pada beberapa edisi, Thailand memilih mengisi timnya dengan pemain muda dan mengabaikan beberapa bintangnya.
Namun apa yang dilakukan Indonesia saat ini dianggap ekstremisme. Hampir 80 persen tim di Piala AFF 2024 memiliki komposisi berbeda. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Keputusan ini digarisbawahi oleh berbagai negara. PSSI dinilai setengah hati mengikuti Piala AFF 2024, namun keputusan PSSI tepat karena Piala AFF digelar di luar kalender internasional.
Dari 10 kandidat Piala AFF 2024, hanya Indonesia dan Kamboja yang tetap bersaing. Selebihnya libur, termasuk Thailand dan Malaysia yang libur di akhir Desember.
Akibatnya, pemain yang bermain di divisi satu Indonesia tidak bisa tampil di Piala AFF. Ligue 1 punya alibi kuat karena tidak melepas pemain yang dipanggil negara.
Gohor Darol Tazizim melakukan ini. Klub Malaysia itu belum menyerah pada pemain bintangnya Pau Marti Vicente, pelatih timnas Malaysia.
Sorakan para penggemar tetap tinggi
Meski demikian, suasana Piala AFF 2024 masih terlihat biasa saja. Misalnya saja pertandingan Kamboja kontra Malaysia pada Minggu malam (8/12) yang dihadiri 24.886 penonton.
Laga kandang Indonesia di Stadion Manhan, Solo pun terus menyedot perhatian. Tiket turnamen telah terjual habis. Piala AFF 2024 masih menarik minat suporter untuk datang ke stadion.
Percakapan di media sosial juga tinggi. Hasil imbang Malaysia dengan Kamboja, misalnya, menjadi perbincangan. Publik Malaysia kecewa kelompok favoritnya ditahan Kamboja.
X tanda tangan hashtag Hari Nasional di media sosial X juga ramai. Begitu pula media sosial Malaysia, Thailand, dan Vietnam saat tim lokalnya bertanding.
Lantas apakah pamor Piala AFF ke-15 akan pudar? Kalau soal hiburan, masyarakat masih mencari-cari, tapi kalau soal ‘niat’, kelompok pesertanya tidak sama.
(ABS/NVA)