Jakarta, CNN Indonesia —
Sekitar 400 warga negara asing (WNA) ditangkap pada Rabu (8/1) dalam penggerebekan di pusat dugaan penipuan internet di Manila, Filipina.
Penggerebekan tersebut terjadi secara besar-besaran dan menyebabkan penangkapan 400 orang asing, menurut badan imigrasi nasional Filipina.
Pihak berwenang Filipina menggerebek gedung tersebut dan menemukan karyawan yang dicurigai terlibat dalam penipuan online yang menargetkan korban di luar negeri.
Dalam beberapa tahun terakhir, kekhawatiran internasional semakin meningkat terhadap operasi penipuan serupa di Asia, yang sering kali dilakukan oleh orang-orang yang diperdagangkan yang ditipu atau dipaksa untuk mempromosikan investasi mata uang kripto palsu dan penipuan lainnya.
“Operasi mereka terbukti melanggar undang-undang imigrasi dan menimbulkan risiko besar bagi masyarakat,” kata Fortunato Manahan, kepala Biro Intelijen Imigrasi, dalam sebuah pernyataan yang menjelaskan penggerebekan terbaru tersebut, menurut AFP.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos pada bulan Juli mengumumkan larangan terhadap operator perjudian online Filipina (POGO), yang menurut Manila telah digunakan oleh kelompok kejahatan terorganisir sebagai front perdagangan manusia, pencucian uang, penipuan online, penculikan dan pembunuhan.
Biro Imigrasi Filipina telah mengamati “aktivitas mirip POGO” di perusahaan-perusahaan yang digerebek “selama beberapa waktu.”
Juru bicara Biro Imigrasi Filipina Dana Sandoval mengatakan warga negara asing tersebut, banyak di antaranya adalah warga negara Tiongkok, sedang menjalani proses pemesanan ketika mereka digerebek.
Menurut Sandoval, ratusan warga asing yang menunggu deportasi akan ditahan sementara.
Institut Perdamaian AS, sebuah wadah pemikir di Washington, mengatakan dalam laporannya pada bulan Mei 2024 bahwa penipu online menargetkan jutaan korban di seluruh dunia dan menghasilkan pendapatan tahunan sebesar $64 miliar.
Industri ini mempekerjakan sekitar setengah juta pekerja, termasuk 15.000 pekerja di Filipina, yang sebagian besar direkrut melalui media sosial dan kemudian menjadi sasaran penipuan dan penyiksaan jika mereka tidak memenuhi kuota. (wiw/wiw)