Jakarta, CNN Indonesia –
Semakin banyak menteri di pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang secara terbuka menolak perjanjian gencatan senjata dengan Hamas, yang akan mulai berlaku pada 19 Januari.
Beberapa menteri sayap kanan secara terbuka mengancam akan mengundurkan diri dan bahkan menarik dukungan partainya dari kabinet Netanyahu jika gencatan senjata terus berlanjut.
Menteri Urusan Diaspora dan Anti-Semitisme Israel Amichai Chikli, dikutip Al Jazeera, mengancam akan mengundurkan diri jika Israel menarik diri dari Jalur Philadelphia, perbatasan sepanjang 14 kilometer (8,7 mil) antara Gaza dan Mesir.
Informasi tersebut disampaikan Chikli melalui postingan di media sosial. Dia juga berjanji akan mengundurkan diri dari jabatannya jika pasukan Israel menarik diri dari pengepungan tersebut “atau jika kami tidak terus berperang di Gaza untuk mencapai tujuan perang.”
Chikli juga merujuk pada pemerintahan baru Presiden terpilih Trump di Amerika Serikat, serta pernyataan calon Menteri Pertahanan Amerika Serikat Pete Hegseth dalam sidang konfirmasi di Senat pekan ini.
“[Hegseth berkata] bahwa dia mendukung hak Israel untuk menghancurkan Hamas dan melenyapkannya hingga titik terakhir,” tulis Chikli.
“Masih ada ruang untuk mengubah keadaan dan, seperti maraton, langkah terakhirlah yang menentukan hasilnya.”
Selain Chikli, dua menteri Netanyahu lainnya juga angkat bicara menentang gencatan senjata.
Menteri Keuangan dan politisi sayap kanan Bezalel Smotrich menyebut rencana ini sebagai “rencana buruk dan berbahaya bagi keamanan Negara Israel.”
Dalam pernyataannya pada Rabu malam, Smootrich dan partainya bahkan mengancam akan meninggalkan kabinet Netanyahu jika Israel menyetujui gencatan senjata.
“Perjanjian (gencatan senjata) yang ditawarkan kepada pemerintah berbahaya dan sangat buruk bagi keamanan nasional Israel,” kata Smootrich, menurut The Jerusalem Post.
“Meskipun kami bergembira atas kembalinya para tawanan, perjanjian (gencatan senjata) ini mengabaikan pencapaian Israel di masa perang ketika para pahlawan kami mengorbankan nyawa mereka di medan perang,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir juga memandang perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas sebagai “bencana.”
Selain Smootrich, Ben Gvir dan partainya juga mengancam akan keluar dari kabinet jika Israel menyetujui gencatan senjata.
Israel dan Hamas akhirnya menyepakati perjanjian gencatan senjata pada Kamis (15 Januari).
Gencatan senjata ini berhasil disepakati melalui mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat setelah berbulan-bulan perundingan terhenti.
Sesuai perjanjian, Hamas dan Israel akan memulai gencatan senjata pada 19 Januari. Gencatan senjata akan berlangsung dalam tiga tahap, dimana tahap pertama akan berlangsung selama 42 hari.
Fase pertama mencakup pembebasan perempuan, anak-anak dan orang tua yang ditawan dan penghentian serangan sampai lebih banyak bantuan kemanusiaan tiba.
Fase kedua, yang bertujuan untuk mengakhiri perang, melibatkan pembebasan sandera laki-laki oleh Hamas dengan imbalan pembebasan sejumlah tahanan Palestina dari penjara Israel.
Tahap ketiga, pemulihan jenazah dan sisa-sisa sandera serta pelaksanaan rencana rekonstruksi Gaza. (rds)