Jakarta, CNN Indonesia –
Koordinator JRP Sandi Martapraja mengatakan, biaya pembangunan pagar sepanjang 30 kilometer di Tangerang, Banten, merupakan hasil kerja sama dan patungan dengan masyarakat.
Namun, dia mengaku belum mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun pagar sepanjang 30 kilometer tersebut. Pasalnya, belum ada informasi sebenarnya mengenai total biaya yang dibutuhkan untuk membangun pagar tersebut.
Senin (13/1), saat berbincang dengan media, ia berkata: “Wah waktu itu (total biaya) saya belum sampai. Saya coba kasih informasi, itu saja.”
Soal sumber dana pembangunan, Sandi mengatakan, upaya ini berawal dari kerja sama masyarakat beberapa desa. Dia tidak menanggapi dengan baik desa-desa yang terlibat dalam pembangunan pagar tinggi tersebut.
“Iya masyarakat bantu sendiri, banyak masyarakat ya, dan bukan hanya satu atau dua orang saja yang membangun jalan 30 kilometer tersebut. Tidak mungkin, mungkin saja, kami masih dalami, mungkin itu satu kelompok. “Sekarang, mungkin orang lain akan mencoba membangun hal serupa”.
Terkait uang yang terkumpul dari patungan tersebut, Sandi mengatakan belum ditetapkan nilai spesifiknya.
Saat ditanya lebih lanjut apakah uang yang dikeluarkan benar-benar berasal dari masyarakat setempat, Sandi kembali menegaskan bahwa itu merupakan hasil proyek bersama dengan masyarakat. Namun, ia memahami masyarakat skeptis dengan kemampuan masyarakat membangun pagar sepanjang 30 kilometer.
Ya, proyek bersama memang seperti itu. Iya, kalau kata kuncinya pagar 30 kilometer itu masyarakat, lalu di kepala kita komunitas mana yang bisa membangun pagar sepanjang 30 kilometer itu? , “Sekarang adalah waktunya untuk membangun kemitraan, usaha patungan, dan semuanya”.
Sandi mengatakan, niat masyarakat membangun pagar tersebut kemungkinan besar merupakan niat baik. Namun, ia menilai partisipasi masyarakat dalam proyek tersebut membuat masyarakat takut untuk mengakui secara terbuka bahwa merekalah yang bertanggung jawab.
“Mungkin itu bagus, dengan adanya virus dan sebagainya, akhirnya orang-orang jadi takut dengan apa yang terjadi kan? Kalau mereka tidak mau, tentu saja mereka akan bicara, saya yang akan bicara. bangun dan semuanya”.
Sebelumnya, di tengah upaya PKC untuk menghancurkan perencana yang membangun pagar bambu setinggi 6 meter, tiba-tiba warga Pantura tumbang. JRP mengatakan tembok laut berfungsi.
Sandi mengatakan, pagar tersebut dibangun oleh masyarakat setempat dan asosiasi nelayan. Tujuannya adalah untuk mengurangi kerusakan akibat tsunami dan erosi.
Sandi di Tangerang, Sabtu (11/1), dikutip Antara mengatakan: “Tanggul laut di sepanjang pantai utara Kabupaten Tangerang dibangun secara sukarela oleh masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mencegah banjir.”
Kedua, mencegah kerusakan, mencegah erosi wilayah pesisir yang dapat merusak ekosistem dan habitat. Kemudian mengurangi ancaman tsunami, meski tidak bisa mencegah tsunami, jelasnya.
Namun klaim JRP dibantah oleh nelayan laut lainnya. Laporan dari warga yang prihatin juga mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan.
Pembangunan pagar misterius Tangerang menempati wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Terdapat 3.888 warga pesisir yang berprofesi sebagai nelayan dan 502 petani di kawasan tersebut.
“Saya terkejut, ‘Apa ini?’ Semua orang di sini juga kaget dengan para nelayan. Apa ini Jumat (10/1).
Nelayan mengatakan, pagar bambu tersebut dibangun oleh warga desa di luar desa dengan menggunakan perahu nelayan. Pembangunan kembali berlangsung mulai pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB, biasanya setiap hari.
Pada Kamis (9/1) KKP menyegel tanggul laut tersebut. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, segel tersebut diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto, dan kewenangan langsung Menteri Sumber Daya Air dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
(del/pta)