Jakarta, CNN Indonesia.
Mantan Direktur Jenderal Pelayanan Imigrasi Ronnie Sompi mengaku penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melontarkan 22 pertanyaan terkait perdagangan keimigrasian tersangka suap Hide dari Haruna Masiku saat ini.
Ronnie diperiksa sebagai saksi selama kurang lebih lima jam.
Ronnie di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat malam (1 Maret), mengatakan, “Hari ini saya dipanggil dan mendengar keterangan penyidik KPK soal kasus Harun Masiku. Sebelumnya, saya ditanyai 22 pertanyaan.”
“Memang semua pertanyaan yang diajukan kepada saya berkisar pada tanggung jawab saya di tahun 2020, saya masih menjabat Dirjen Imigrasi, pada tanggal 6 Januari Harun Masiku melintasi perbatasan ke luar negeri, dan juga pada tanggal 7 Januari dia kembali ke Indonesia. Jadi, lewat saja. “Hanya dalam satu hari, dia kembali ke Bandara Soekarno-Hatta,” ujarnya.
Ronnie menegaskan, selama dua hari tersebut tidak ada permintaan untuk mencegah Harun meninggalkan PKT di luar negeri. Dengan demikian, Harun bisa leluasa keluar masuk Indonesia.
“Guys simak press release saya tanggal 22 Januari 2020 dan 27 Januari 2020, saya umumkan bahwa Harun Masiku akan berangkat ke luar negeri pada tanggal 6 Januari 2020 dengan penerbangan Stadion Soetta dan kembali pada tanggal 7 Januari 2020, dan apa yang kalian butuhkan guys “Kita tahu “saat itu belum ada permintaan penghentian bepergian ke luar negeri dari penyidik PKC hingga Direktorat Jenderal Imigrasi melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Dia.
KPK baru mengajukan permohonan pemblokiran perjalanan ke luar negeri pada 13 Januari 2020.
“Pada 13 Januari, ada permintaan agar melalui UU Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011, Pasal 91, Pimpinan KPK dapat memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yakni Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melarang WNI keluar. negara. negara dan juga melarang warga negara asing masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Saat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu Yasonna Laoli dipastikan turun tangan soal gerakan Harun, Ronnie menyebut tak ada perintah darinya.
“Tidak ada. Saya kira nanti teman-teman bisa meminta penjelasan kepada penyidik,” ujarnya.
Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (PKC) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Cristiyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap penggantian sementara (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan menghalangi keadilan.
Hasto bersama tersangka Harun diduga menyuap Wahyu Setyawan (mantan Komisioner Partai Komunis alias Pengurus NDIP) untuk mengurus pengangkatan anggota ALP DPR masa jabatan 2019-2024.
Padahal, Harun hanya mendapat 5.878 suara. Sementara calon legislatif NDIP bernama Rietsky Aprilia memperoleh 44.402 suara dan lolos menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas.
Hasto dikabarkan berupaya menunjuk Harun sebagai pengganti Nazarudin Kiyemasu dengan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019, dan menandatangani surat pada 5 Agustus 2019 yang meminta ditaatinya putusan peninjauan kembali tersebut.
Setelah keputusan Mahkamah Agung, Partai Komunis Ukraina tidak mematuhinya. Hasto pun meminta Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa.
Selain upaya tersebut, Hasto diduga sekaligus berupaya memaksa Rietsky mundur. Namun permintaan ini ditolak.
Hasto juga dikabarkan meminta petinggi PDIP Saeful Bahri menemui Rizki di Singapura dan memintanya mundur. Rietsky kembali menolak permintaan ini. Bahkan, Hasto menolak undangan pelantikan Ryetsky sebagai anggota DPR. Dia dengan tegas menuntut pengunduran diri Rietzky.
Terkait dugaan terhambatnya penyidikan, Hasto dikabarkan membeberkan informasi adanya Operasi Tangkap (OTT) awal tahun 2020 yang menyasar Harun. Ia pun diduga meminta Harun merendam ponselnya dan langsung kabur.
Hasto juga dikabarkan memerintahkan bawahannya Kushnadi untuk membanjiri ponselnya agar PKC tidak dapat menemukannya.
Tak hanya itu, Hasto dikabarkan mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus tersebut untuk mencegahnya memberikan keterangan yang dapat dipercaya. (ryn/tidak)