Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid terus berupaya memperkuat pengelolaan komunikasi publik yang layak dan beretika. Langkah tersebut merupakan upaya Meutya dalam melindungi masyarakat di ruang digital, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak.
Salah satu langkah konkrit yang diterapkan adalah Content Regulatory Compliance Framework (SAMAN), sebuah inovasi berbasis teknologi yang dirancang untuk memantau dan memastikan kepatuhan penyedia sistem elektronik swasta atau konten buatan pengguna (PSE UGC).
Meutja menjelaskan, aplikasi SAMAN akan diluncurkan pada Februari untuk mencegah penyebaran konten ilegal di platform digital. Kategori kejahatan yang dipantau SAMAN antara lain pornografi anak, pornografi, terorisme, perjudian online, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjaman ilegal, serta makanan, obat-obatan, dan kosmetik ilegal.
“Melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari pornografi, perjudian, dan pinjaman ilegal di Internet merupakan prioritas utama kita dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat,” kata Menkominfo saat melakukan kunjungan kerja bersama Presiden. Indonesia ke India, Jumat (24/1).
Melalui SAMAN, Kementerian Kominfo memastikan PSE beroperasi sesuai regulasi sekaligus menyediakan ruang digital yang aman bagi masyarakat.
Meutya juga menjelaskan, proses kepatuhan melalui SAMAN melibatkan beberapa langkah. Pertama, perintah penghapusan yang mengharuskan UGC PSE menghapus URL yang ditentukan dalam perintah tersebut.
Tahap kedua, surat peringatan 1 (ST1). Pada tahap ini PSE wajib mengurangi isinya agar tidak masuk ke ST2.
Tahap Ketiga, Surat Peringatan 2 (ST2). Pada tahap ini, PSE harus mengajukan janji pembayaran sanksi administratif kepada UGC.
Terakhir, surat peringatan ke-3 (ST3). Jika masih tidak dipenuhi, sanksinya bisa berupa penghentian akses atau pemblokiran, kata Meutja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika no. Berdasarkan Pasal 522 Tahun 2024, sanksi administratif berupa denda berlaku bagi PSE UGC yang tidak mematuhi perintah penghapusan. PSE diberitahukan dalam waktu 1×24 jam untuk konten yang tidak mendesak dan 1×4 jam untuk konten yang mendesak.
Menurut Meutje, tujuan sanksi ini adalah untuk memastikan kepatuhan sekaligus memberikan efek jera bagi pelanggar.
Yang pasti sebelum diterapkan, pemerintah telah melakukan perbandingan dengan peraturan beberapa negara yang telah memperkenalkan dan berhasil menerapkan peraturan serupa, ujarnya.
Lindungi kelompok rentan Kemkomdigi mencatat bahwa anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi di ruang digital. Data menunjukkan kejahatan terhadap anak seperti eksploitasi seksual online, perdagangan manusia, dan distribusi konten berbahaya terus meningkat.
Antara tahun 2021 hingga 2023, jumlah anak yang menjadi korban pornografi dan kejahatan dunia maya mencapai 481 kasus, sedangkan jumlah anak yang menjadi korban eksploitasi anak dan perdagangan manusia mencapai 431 kasus, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Sebagian besar kasus tersebut disebabkan oleh penyalahgunaan teknologi informasi, serta penggunaan perangkat yang tidak sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Selain itu, laporan UNICEF menunjukkan bahwa satu dari tiga anak di dunia telah terpapar konten tidak pantas di Internet.
Oleh karena itu, lanjut Meutja, pemberlakuan SAMAN ini sejalan dengan langkah negara-negara lain yang telah menerapkan peraturan serupa di masa lalu. Misalnya, Jerman memiliki Network Enforcement Act (NetzDG) yang mewajibkan penghapusan konten ilegal dari platform media sosial dalam waktu 24 jam.
Sementara itu, Malaysia memperkenalkan Undang-Undang Anti-Berita Palsu tahun 2018 untuk memerangi berita palsu. Kemudian Perancis memiliki undang-undang untuk memerangi manipulasi informasi sebelum pemilu. (atau/atau)