Jakarta, CNN Indonesia —
Puluhan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) tertangkap kamera di hutan kawasan Sindoro-Dieng, Jawa Tengah Tengah 2024.
Puma berukuran besar ini ditemukan oleh Mount Prau Conservation Trust (YKGP), mitra lokal Java Wide Leopard Survey (JWLS). Survei ini diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Konservasi Jenis dan Keanekaragaman Genetik (KKHSG) Kementerian Kehutanan dan Sintas Foundation Indonesia.
Tim YKGP bersama mitra lokal lainnya yang tergabung dalam Tim JWLS Timur memasang total 160 kamera jebakan di 80 stasiun. Sebuah stasiun memiliki 2 cluster kamera yang saling berhadapan, 1 kamera merekam dalam mode video dan 1 kamera merekam dalam mode foto.
“Kami memasang 160 kamera jebakan dari Gunung Prau hingga Petung Kriono dan 80% kamera kami menangkap macan tutul,” kata fotografer dan peneliti satwa liar Bernard T. Wahyu Wiryanta kepada CNNIndonesiacom, Jumat (24/1).
Bernard yang juga anggota pengurus YKGP mengatakan, proses survei berlangsung pada Mei hingga Agustus 2024. Pengolahan data baru selesai pada Januari tahun ini.
Bernard mengatakan pemasangan kamera selesai dalam waktu 30 hari. Kamera kemudian ditinggalkan di hutan selama 3 bulan sesuai standar JWLS.
Tim JWLS East terdiri dari 4 tim dan masing-masing tim beranggotakan 6 orang menempuh jarak 50 km melintasi hutan belantara di lanskap Sindoro-Dieng, dimulai dari Kecamatan Kandangserang di Wilayah Pekalongan hingga Kecamatan Tretep di Wilayah Temanggung, Jawa Tengah.
“Total kawasan hutan yang disurvei kamera trap seluas 32.160 hektar, panjang lanskap 50 km, lebar 16 km. Dari ketinggian 130-2590 MDPL,” jelas Bernard dalam keterangannya.
JWLS adalah program survei macan tutul jawa nasional yang mensurvei populasi macan tutul jawa di seluruh pulau jawa. Program ini telah dimulai pada tahun 2024 dan diharapkan berakhir pada tahun 2026.
Kelompok Timur melakukan survei di Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY, sedangkan Kelompok Barat melakukan survei di Jawa Barat dan Banten.
Bernard mengatakan kamera jebakan telah menangkap jaguar jawa, baik macan tutul maupun cheetah, atau jaguar/hitam.
Bahkan ada yang membawa anak macan tutul. Ini kabar menggembirakan karena macan tutul baru sudah masuk ke habitatnya, ujarnya.
Berdasarkan laporan kelompok mitra lokal JWLS, goresan kaisan atau noda dan kotoran predator berukuran besar ditemukan di sebagian besar jalan di lanskap Sindoro-Dieng. Bahkan salah satu jaring di Pekalongan menemukan kaisan dan feses di lintasan yang hanya berjarak 30 meter dari kaisan sebelumnya.
Menurut Pak Bernard, kotoran yang ditemukan di ladang dibawa pulang oleh masyarakat untuk dikirim ke laboratorium.
“Jadi survei populasi macan tutul jawa ini menggunakan metode genetik selain metode kamera jebakan. Feses yang ditemukan tim lapangan dianalisis secara genetik, dari DNA yang ada kita bisa mengetahui berapa individu yang ada, juga sekaligus mengetahui preferensi macan tutul jawa mencari makan di sawah,” jelasnya.
Selain analisis genetik menggunakan DNA dari feses, kata Bernard, penghitungan populasi juga dilakukan dengan menganalisis pola titik dari ribuan foto dan video yang dikumpulkan dari 180 kamera jebakan di lokasi.
“Pola bintik pada setiap macan tutul berbeda dengan sidik jari pada manusia. Jadi kami menganalisis perbedaan pola bintik tersebut berdasarkan data gambar yang terekam kamera jebakan. Jika ada 25 pola bintik yang berbeda maka diperkirakan ada 25 individu. ” terekam oleh kamera jebakan (lom/dm).