Jakarta, CNN Indonesia –
Tidur siang seringkali dianggap sebagai kebiasaan sehari-hari anak. Namun seiring bertambahnya usia anak, banyak orang tua yang akhirnya menghentikan tren tersebut.
Apalagi saat anak mulai bersekolah, tidur siang seringkali hilang dari rutinitasnya.
Padahal penelitian menunjukkan bahwa tidur siang setiap hari memberikan manfaat yang luar biasa bagi anak. Baik manfaat emosional maupun akademis. Manfaat tidur siang bagi anak
Penelitian yang melibatkan hampir 3.000 anak usia 6-12 tahun menunjukkan bahwa berolahraga tiga kali seminggu selama 30 hingga 60 menit memberikan efek positif.
Para peneliti mengumpulkan data tentang lama dan frekuensi tidur siang, serta prestasi akademik, kebahagiaan, dan perilaku anak. Guru juga terlibat dalam memberikan penilaian terhadap perilaku dan prestasi siswa.
Hasilnya, tidur siang terbukti meningkatkan ketahanan anak terhadap stres dan mengurangi masalah perilaku. Dari pertumbuhan emosi – dimulai dengan perasaan emosional yang ditandai dengan perasaan gembira dan lebih baik dari dirinya sendiri – Kontrol.
Bahkan, menurut The Bump, prestasi akademis dan kekuatan fisik anak yang tidur siang juga meningkat.
Di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Indonesia, kebiasaan tidur siang dimulai saat anak beranjak dewasa. Sebaliknya di Tiongkok, tidur siang tetap menjadi bagian dari kurikulum sekolah hingga SMP, bahkan untuk orang dewasa.
Menurut Irvine Sarah Mednick, peneliti tidur di Science Daily, tidur siang memiliki efek yang hampir sama dalam meningkatkan fungsi kognitif. Anak yang tidur siang juga jarang menggunakan gadget yang kerap dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan dan perilaku.
Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak dengan orang tua berpendidikan tidak lebih sering memasak dibandingkan anak-anak dengan orang tua berpendidikan rendah. Hal ini menunjukkan pentingnya peran orang tua dalam membentuk kebiasaan tidur siang yang sehat.
“Tidur siang itu nyaman, Anda tidak perlu membayar, dan Anda tidak membutuhkannya,” kata Jianghong Liu, seorang profesor keperawatan dan kesehatan masyarakat di Universitas Pennsylvania yang menulis penelitian tersebut.
(Aur/asr)