Jakarta, Indonesia –
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pada Jumat (27/12) menggelar rapat koordinasi tahunan untuk menerbitkan Strategi Surat Berharga Negara (SBN) dan Operasi Keuangan 2025.
Alhasil, pemerintah sepakat menukar utang SBN tahun 2025 yang telah disiapkan BI dengan SBN baru.
Melalui skema tersebut, SBN pemerintah berupa surat utang negara (SOL) yang dijual BI di pasar pertama khusus BI dengan total nilai 612,25 triliun.
Jatuh tempo surya secara bertahap mulai tahun 2025, tahun depan nilai utangnya mencapai Rp 100 triliun.
Rencananya, pemerintah telah sepakat dengan BI untuk menukarkan SBN yang akan datang dengan SBN baru dengan menggunakan mekanisme transfer utang bilateral.
Ramdan Denny Prakoso, Direktur Manajemen Komunikasi BI, menjelaskan mekanisme penukaran utang sudah menjadi pertukaran reguler antara SBN dan SBN yang dapat diperdagangkan di pasar dengan menggunakan harga pasar sesuai mekanisme pasar.
“Suplemen SBN dengan SBN bersifat jangka panjang, berdasarkan kebutuhan operasional keuangan perbankan Indonesia dan kesinambungan fiskal pemerintah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (27/12).
Ia juga menegaskan, pertukaran SBN mekanisme bilateral antara Kementerian Keuangan dan BI telah dilakukan sebelumnya, termasuk pada tahun 2021 dan 2022.
Selain itu, pemerintah juga berencana mengelola defisit anggaran 2025 dengan rencana pembiayaan sehari-hari.
Defisit APBN 2025 sebesar Rp 616 triliun atau setara dengan 2,53 persen produk domestik bruto (PDB). Ketidaklengkapan APBN 2025 ditemukan pada pembiayaan bersih sebesar Rp775,8 triliun dan pembiayaan bersih sebesar Rp159,7 triliun.
“Pembiayaan utang ini dilakukan melalui penerbitan global bond, pinjaman luar negeri dan dalam negeri serta penerbitan SBN di pasar domestik,” jelas Ramdan lebih lanjut.
Dia menjelaskan, rencana penerbitan SBN baik dari segi jumlah, jadwal penerbitan, tenor, instrumen, dan cara penerbitan, termasuk melalui bursa bilateral dan penawaran utang publik, akan dilakukan secara terukur, proaktif, dan fleksibel.
“Pencapaian SBN juga didukung oleh pengelolaan portofolio yang efektif, penerapan prinsip kehati-hatian, dan mendukung manajemen risiko utang yang kuat untuk menjaga struktur utang pemerintah yang sehat, aman, dan berkelanjutan,” jelas Ramdan.
(Del/SFR)