Jakarta, CNN Indonesia —
Beberapa nelayan di pesisir pantai Kabupaten Tangerang mengaku mendapat ancaman usai aksi protes pembangunan pembatas laut misterius sepanjang 30 km di Kabupaten Tangerang.
Seorang nelayan, yang namanya diubah demi alasan keamanan, mengatakan kejadian itu dimulai sekitar lima bulan lalu.
Saat itu, nelayan Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang mengirimkan beberapa perahu untuk mengunjungi kapal yang sedang memasang pagar tersebut. Mereka meminta para pekerja berhenti membangun pagar.
Namun permintaan penghentian pembangunan tidak pernah diindahkan. Pekerja terus membangun penghalang di laut.
Beberapa waktu kemudian, sekelompok orang asing tiba di desa nelayan tersebut.
“Kalaupun kita demo, mereka menyebut kita provokator. Di Koramil, katanya ada berkas di kantor polisi, ada catatan oknum yang jadi provokator,” kata nelayan yang ditemui fun-eastern.com di Ketapang. kota
Nelayan pun mengadu ke kepala desa. Namun Kepala Desa mengaku belum mengetahui soal pagar tersebut. Dia hanya berjanji akan mengurus masalah tersebut.
fun-eastern.com mendatangi Kantor Kota Ketapang untuk meminta penjelasan. Namun tidak ditemukan petugas dari desa tersebut meski jam baru menunjukkan pukul 11.15 WIB.
Pagar misterius itu meluas setiap hari. Ruang yang tersedia bagi nelayan semakin menipis.
Nelayan lain dari Desa Ketapang mengeluhkan pendapatannya berkurang karena adanya hambatan laut. Normalnya, ia bisa mendapat penghasilan Rp 150 ribu sehari dari berburu cumi-cumi.
Setelah pembangunan pagar misterius tersebut, ia hanya mampu mengambil rumah tersebut dengan harga Rp 50 ribu hingga Rp 70 ribu. Sebab, modal tenaga surya yang harus dikeluarkan semakin besar.
“Sekarang Rp 100 ribu saja susah. Biasanya sehari satu liter solar, sekarang bisa dua liter,” kata Gani yang mengajak fun-eastern.com melihat langsung pembatas laut itu.
Nasib yang dialaminya juga menimpa lebih dari 500 nelayan di Desa Ketapang. Nelayan lain juga mengeluhkan pembangunan pagar di laut.
Selain pendapatan yang berkurang, nelayan juga mengkhawatirkan faktor keamanan. Pasalnya, mereka harus melewati celah sempit di pagar untuk mendapatkan ikan.
Nelayan juga khawatir bambu yang ada di pagar bisa tertiup ombak. Hal ini dapat membahayakan keselamatan mereka.
Kalau ombaknya kita bingung. Kalau malam apa jadinya? Ini resikonya besar buat kita. Kalau siang kelihatannya bagus. Kalau malam? Kalau kena lambung kapal bisa lolos, bahaya , dan jika mengenai lambung kapal,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan fun-eastern.com, Tangerang Sea Barrier yang misterius dibangun dengan baik. Sebagian besar pagar sudah terlihat seperti jembatan. Pagar bisa diinjak oleh manusia.
Ada celah sekitar lima meter di beberapa tempat. Celah ini bisa dimanfaatkan oleh nelayan untuk menavigasi ke tempat penangkapan ikan.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegel pembatas sepanjang 30 kilometer di Kabupaten Tangerang. Penyegelan tersebut dilakukan setelah beberapa penghalang misterius muncul.
KKP memberi waktu 20 hari kepada pemilik pagar. Mereka meminta agar pagar tersebut segera dibongkar.
“Presiden memberi instruksi. Tadi pagi Pak Menteri juga perintahkan saya untuk menyegelnya langsung. Negara tidak boleh kalah. Kita di sini melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral,” kata Dirjen Pengawasan. Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho di lokasi pembatas Saxon pada Kamis malam (9/1) seperti dilansir Antara.
(df/agustus)