
Jakarta, CNN Indonesia –
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyarankan agar polisi tidak akan mengikuti Laporan Keamanan Hotel Fairmont tentang para aktivis yang menangguhkan debat tentang audit audit TTNA (TTNA) (15/3) pada hari Sabtu (15/3) (15/3).
“Polisi sedang mencari solusi untuk mediasi, tidak perlu menjadi proses hukum,” kata Pigai, Selasa (3/18) ketika dikonfirmasi oleh pesan tertulis.
“Jika saya tidak salah, ada berbagai peraturan kepolisian nasional yang dapat diperbarui sebagai penyelamat,” lanjutnya.
Aturan yang disebut Pigai adalah peraturan polisi (PEPOL) nomor 8 tahun 2021 sehubungan dengan penanganan kejahatan berdasarkan hak perbaikan.
Pigai menambahkan bahwa Kementerian Hak Asasi Manusia meyakinkan bahwa pemerintah kebebasan sipil tidak bercinta, yang memberi ruang bagi partisipasi publik dan terbuka untuk kritik.
“Itulah sebabnya Menteri Hak Asasi Manusia untuk upaya hukum untuk melaporkan kelompok masyarakat sipil meminta polisi untuk tidak melanjutkan proses hukum dan masuk ke dalam mediasi,” lapor Instagram Post @kemenian_ham.
Pada hari ini, Selasa (18/3), aktivis Andrie Yunus dan Javier Maramba, yang merupakan anggota Koalisi untuk Reformasi Sektor Keamanan, mengklarifikasi polisi tentang pendudukan pertemuan tertutup hukum TTNA yang dipimpin oleh pemerintah dan parlemen di Fairmont Hotel. Namun, mereka menolak undangan untuk mengklarifikasi.
Kelompok Minat untuk Demokrasi (Taud) Arif Maulana mendesak polisi untuk berhenti melaporkan keselamatan Fairmont Hotel dengan inisial Ryr. Mereka mempercayai dan menolak undangan untuk mengklarifikasi.
“Kami juga keberatan dengan harapan bahwa polisi metropolitan di Jakarta tidak akan memproses lebih lanjut atau menghentikan laporan,” kata Arif pada hari Selasa (3/18) di polisi metropolitan di Jakarta.
Arif mengatakan bahwa tindakan Andrie Yunus dan Javier Maramba adalah bagian dari hukum warga negara untuk mengendalikan hukum undang -undang yang berbeda.
Pada insiden di Fairmont Hotel, kata Arif, dan tidak ada ancaman atau kekerasan yang dilakukan keduanya, seperti yang diduga Ryr.
“Itulah sebabnya kita juga bertanya pada diri sendiri, yang harus kita tekankan, bukan sebagai orang yang melanggar hukum dan Konstitusi, DPR dan pemerintah yang diam -diam menyusun undang -undang, tidak berpartisipasi dan tidak demokratis? Bukankah ini bukan kejahatan legislatif?” kata Arif. (Ryn/bawah)