
Jakarta, CNN Indonesia –
Kualitas tidur memainkan peran penting dalam kesehatan. Namun pada kenyataannya, hampir 40 % dari 45 hingga 64 tahun di Amerika Serikat tidak cukup tidur.
Kebutuhan akan perubahan tidur seiring bertambahnya usia. Bayi, anak -anak dan remaja membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang dewasa, yang idealnya membutuhkan sekitar tujuh jam tidur per malam.
Namun, jumlah jam tidur tidak cukup. Kualitas tidur juga memiliki efek khusus.
Jika seseorang memiliki gangguan tidur sebagai apnea tidur obstruktif (AS), itu bisa tidur cukup, tetapi kualitasnya berkurang. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke, detak jantung dan sindrom metabolik.
Sebelumnya, survei menemukan bahwa ritme sirkadian tidak teratur dapat meningkatkan risiko penyakit jantung 300 %. Sekarang, sebuah studi baru -baru ini yang diterbitkan di JAMA Open Network menyoroti bagaimana standar mengantuk mempengaruhi tingkat gula darah, terutama yang terkait dengan tidur dan tidur.
Peneliti Cina ingin memahami bagaimana standar tidur mempengaruhi kadar gula darah pada populasi umum yang tidak menderita diabetes. Mereka menggunakan data dari studi nutrisi dan kesehatan Guangzhou, sebuah studi jangka panjang yang melibatkan peserta dari 40 hingga 75.
Mulailah diet dengan baik, dari penelitian yang menganalisis 1.156 data individu yang memiliki informasi lengkap tentang model tidur dan kadar gula darah. Sebagian besar peserta adalah wanita (71 %), dengan usia rata -rata 63.
Durasi tidur dievaluasi dalam tiga periode: garis dasar (2013-2017), pelacakan pertama (2017-2021) dan pemantauan kedua (2021-2023). Sementara itu, waktu untuk mulai tidur dievaluasi di dua lauk, di mana peserta melaporkan jam tidur dan berapa lama mereka harus mendapatkannya.
Peserta juga menggunakan perangkat pemantauan glukosa kontinu (CGM) selama 14 hari. Alat ini dipasang di lengan dan mengukur kadar gula darah setiap 15 menit, memberikan data waktu nyata, tanpa perlu tes darah manual.
Setelah melakukan berbagai analisis statistik, dengan mempertimbangkan faktor -faktor lain seperti usia, BMI, aktivitas fisik, konsumsi teh dan kopi, para peneliti telah menemukan hal -hal yang lebih menarik:
• Peserta yang tidak memiliki waktu tidur dan waktu tidur yang tidak memadai untuk mengapung tingkat gula darah yang lebih tinggi.
• Lebih sedikit tidur, baik yang mudah dan serius, terkait dengan peningkatan fluktuasi gula darah.
• Mereka yang tidur setelah setengah malam meningkatkan variabilitas kadar gula darah.
Variabilitas glikemik, atau fluktuasi kadar gula darah, menunjukkan berapa banyak gula darah meningkat dan berkurang dalam suatu periode. Semakin tinggi variabilitas ini, semakin tinggi risiko mengembangkan penyakit kronis dan kematian dini.
Studi ini menunjukkan bahwa kurang tidur dan tidur terlambat di malam hari dapat menyebabkan ketidakstabilan kadar gula darah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Kurangnya tidur jangka panjang dapat memicu peradangan kronis dan memperburuk metabolisme glukosa. Hormon pertumbuhan yang berperan dalam metabolisme glukosa juga tergantung pada tidur yang tepat. Selain itu, tidur terlambat dapat mengganggu ritme sirkadian tubuh, yang berperan dalam pelepasan hormon seperti kortisol dan melatonin, serta meningkatkan pemicu inflamasi dalam tubuh.
(TIS/TIS)