
Jakarta, CNN Indonesia –
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyalakan langkah -langkah Presiden AS Donald Trump, yang telah memindahkan negaranya dari iklim atau perjanjian Paris.
Bahlil bingung dengan gerakan Trump karena Amerika Serikat adalah salah satu negara yang menandatangani Perjanjian Paris pada tahun 2016.
“Saya juga bingung bahwa presiden AS yang baru terpilih untuk mengundurkan diri dari perjanjian Paris, meskipun salah satu tombak. Itu dimulai, tetapi Anda juga berakhir,” katanya di acara berita di Jakarta’s Westin Hotel, Kamis (1/30).
Bahlil mengatakan gerakan Trump telah membuat pengembangan anak baru (EBT) dari ketidakpastian. Namun, Indonesia masih menjadi bagian dari konsensus global.
Namun, Bahlil mengatakan Indonesia menghadapi dilema dalam transisi energi. Karena membutuhkan harga yang bagus.
Inilah sebabnya mengapa pemerintah terus menghitung potensi energi hijau yang ada. Demikian pula dengan negara -negara lain seperti Cina, yang belum 100 persen berubah dalam energi hijau.
“Jadi menurut saya adalah bahwa kita perlu memperkuat keunggulan komparatif kita, namun memperhatikan persetujuan alih -alih perjanjian Paris,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Konservasi Terbarukan dan Energi (EBTKE) Eniya Liktiani mengatakan pengunduran diri Amerika Serikat dari Perjanjian Paris juga tidak akan mempengaruhi pembiayaan Kemitraan Transisi Energi (JETP).
Perjanjian JETP ditetapkan antara Indonesia dan negara -negara berkembang, yang merupakan anggota Grup Mitra Internasional (IPG). Organisasi ini dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang.
Menurut Eniya, langkah -langkah A.S. tidak akan mempengaruhi JETP karena pembiayaan khusus untuk pensiun dini di PLU utama dari Jepang.
“Saya pikir itu tidak (berpengaruh). Keuangan dari Jepang. Dana saat ini pindah ke Asia. Pendanaan keperawatan awal terutama di Jepang, bukan dari Amerika,” katanya.
(Fby/pt)