
Jaket, CNN Indonesia –
Di tengah -tengah keramaian dan kesibukan kehidupan di Korea Selatan, kebiasaan makan yang sebelumnya tradisionalis mulai berubah. Sekarang, honbap atau makan sendiri semakin umum, terutama di antara generasi muda dan pekerja kantor.
Jika di masa lalu makan sendiri dianggap memalukan, tren itu sebenarnya dikembangkan dengan cepat dan diterima secara luas di masyarakat. Namun demikian, berita buruk dari perubahan ini juga cocok dengan pengurangan tingkat kebahagiaan masyarakat selatan.
Seperti yang diterbitkan dalam Laporan Kebahagiaan Dunia 2025, Korea Selatan berada di peringkat ke -58 sebagai negara dengan tingkat kebahagiaan yang cukup minim. Peringkat ini juga berkurang pada 6 level dari tahun sebelumnya.
Laporan ini juga menekankan kebiasaan makan sendirian, terkait dengan tingkat kebahagiaan yang lebih rendah. Makan sendiri, kebebasan atau kesepian?
Fenomena makan sendiri atau honbap itu sendiri terjadi karena beberapa hal, yaitu: 1. Meningkatkan jumlah rumah tangga satu orang
Data dari Layanan Informasi Statistik Korea (Kosis, 2024) menunjukkan bahwa sekitar 40 persen rumah tangga Korea Selatan saat ini terdiri dari satu orang, tumbuh tajam dibandingkan beberapa dekade yang lalu. Orang yang hidup sendiri cenderung lebih sering makan.
2. Tekanan kerja tinggi
Budaya kerja Korea Selatan dikenal untuk jam kerja yang panjang dan tekanan tinggi. Banyak karyawan tidak punya waktu untuk makan bersama keluarga atau teman karena mereka sibuk bekerja. Studi dari Korea’s Work Institute (2023) telah mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen pekerja Korea sering makan sendirian di tempat kerja. Perubahan gaya hidup dan individualisme
Honbap sekarang bukan hanya kebutuhan, tetapi juga pilihan gaya hidup. Banyak restoran dan kafe telah mulai menyediakan tempat makan individual, bahkan beberapa restoran terkenal seperti Ichiran Raerman menawarkan stan pribadi kepada pelanggan yang ingin makan tanpa gangguan sosial. Hubungan Hunbap dan Kebahagiaan
Laporan Kebahagiaan Dunia 2025 juga menekankan bahwa orang yang sering dimakan bersama cenderung lebih bahagia. Negara bagian dengan tingkat tinggi bersama, seperti Finlandia dan Denmark, selalu berada di peringkat dalam indeks kebahagiaan.
Sebaliknya, di negara -negara seperti Korea Selatan dan Jepang, yang memiliki budaya kerja yang sibuk dan tingkat individualisme yang tinggi, tingkat kebahagiaan cenderung lebih rendah.
Studi dari Universitas Nasional Seoul (2023) menunjukkan bahwa orang yang makan sendiri lebih berisiko mengalami stres dan depresi, terutama di kalangan muda dan senior.
Pada dasarnya, makan tidak hanya menyangkut pengisian perut, tetapi juga untuk membangun koneksi sosial dan mengurangi tekanan. Menukil berbagai sumber, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Harvard T.H. Sekolah Kesehatan Masyarakat Chan (2022) menemukan bahwa keluarga yang makan bersama memiliki hubungan yang lebih ketat dan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi.
Honbap memang menawarkan kebebasan dan kenyamanan bagi sebagian orang, tetapi dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat memengaruhi kesejahteraan sosial dan emosional.
Mungkin sesekali makan sendirian itu menyenangkan. Namun, di tengah -tengah kehidupan yang sibuk, luangkan waktu untuk makan dengan orang terdekat bisa menjadi salah satu cara sederhana untuk meningkatkan kebahagiaan.
(TIS/TIS)