
Jakarta, CNN Indonesia –
Viral di jejaring sosial melaporkan kekuatan jaksa penuntut untuk mengelola kasus korupsi. Berdasarkan rancangan hukum rancangan KUHAP, jaksa penuntut ditawari kekuatan untuk menangani pelanggaran serius hak asasi manusia.
Aturan tersebut termasuk dalam Pasal 6 Kode Prosedur Pidana Kode Prosedur Pidana untuk Penyelidik. Artikel ini menjelaskan kategori peneliti, yaitu sebagai berikut.
(1) Para peneliti terdiri dari: a. Peneliti Polri b. PPN? Menari. Beberapa peneliti.
(2) Peneliti Polri yang disebutkan dalam paragraf 1 adalah peneliti utama yang memiliki kekuatan untuk menyelidiki semua tindakan kriminal sesuai dengan ketentuan hukum.
(3) Ketentuan mengenai kondisi klasifikasi, pelatihan dan pelatihan, serta sertifikasi untuk karyawan yang dapat melakukan investigasi, sebagaimana disebutkan dalam paragraf 1, diatur sesuai dengan ketentuan undang -undang.
Mengenai apa yang dipahami oleh beberapa peneliti adalah peneliti Komite Korupsi Pendidikan, para peneliti pejabat Angkatan Darat Nasional Indonesia yang memiliki kekuatan untuk melakukan penyelidikan sesuai dengan perkiraan hukum di sektor -sektor penangkapan ikan, hakim laut dan maritim.
Presiden Kamar Perwakilan Komisi Haburokhman III menjelaskan bahwa aturan itu tidak final dan dimodifikasi bersama dengan diskusi tentang KUHP.
“Saya melihat rencananya tampaknya bukan hasil terakhir,” kata Haburokhman kepada fun-eastern.com dengan pesan tertulis, Minggu (3/16).
Dia mengatakan bahwa dalam rencana terakhir dia menulis apa yang dipahami oleh beberapa peneliti, misalnya, beberapa peneliti dari Komite Korupsi (KPK), beberapa jaksa penuntut dan beberapa penyelidik Otoritas untuk Jasa Keuangan.
Menjelaskan bahwa rancangan undang -undang tentang prosedur pidana tidak mengatur kekuatan lembaga dalam memeriksa atau menyelidiki jenis kejahatan tertentu. KUHAP, jelasnya, adalah orientasi untuk prosedur pidana agar tidak mengatur kekuatan pelanggaran tertentu yang diatur oleh undang -undang di luar KUHP atau KUHU Prosedur Pidana.
“Rancangan hukum prosedur pidana juga tidak menemukan hukum di luar atau tidak ada materi, asalkan tidak mengatur peristiwa kriminal yang diatur dalam KUHP,” tambahnya.
Politisi partai Gerindra mengatakan bahwa peraturan tentang Polri, PPN dan beberapa penyelidik dalam rancangan undang -undang tentang Kode Prosedur Pidana dimaksudkan untuk menerapkan fungsi koordinasi dan pengawasan, sebagaimana diatur dalam undang -undang.
Jaksa Penuntut dalam Hukum tentang Penghapusan Korupsi (Hukum Korupsi) dan Hukum Jaksa Penuntut sudah memiliki kekuatan untuk menyelidiki tindakan kriminal tertentu. Dengan demikian, kecemasan, aturan dan otoritas Habiburokhman masih diterapkan.
“Kami juga menyebutkan bahwa rencana ini tentu membutuhkan perbaikan, sehingga, kemudian, dalam diskusi, semua partai, terutama Kantor Kejaksaan Indonesia, dapat menyediakan entri atau menjadi orang yang mendukung perdebatan antara DPR dan pemerintah,” katanya.
Habiburokhman telah menekankan bahwa yang paling penting adalah melakukan kode prosedur pidana untuk membuat harmonisasi yang seimbang dan peraturan antara kepentingan melindungi hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Dia menambahkan bahwa semua pihak dapat memberikan kontribusi dan menjadi pemikiran untuk semua faksi dan pemerintahan.
“Pada hari Selasa kami akan menerima satu misi dari sesi pleno disertai dengan rencana dan daftar inventaris (redup). Sejak itu kami akan bermaksud menyebar ke publik untuk mengkritik publik,” kata Habiburokhman. (Ryn/tsa)