
Jakarta, CNN Indonesia –
Para hakim pengadilan distrik di Medan mengutuk hukuman mati kepada terdakwa Hendrik Kosumo (41), pemilik pabrik molus domestik untuk Kapten Jalan Jumhan, Medan, Kota Medan.
“Cacat Terdakwa Hendrik Kosumo dengan hukuman mati,” pada hari Jumat, 7 Maret) ia memimpin panel pengadilan, yang pada hari Jumat, 7 Maret, mengetuai Nani Sukmawati di pengadilan Medan.
Hakim menyatakan bahwa terdakwa dihukum karena produksi, impor, ekspor atau saluran pencernaan dari jenis bahkan dalam bentuk parah tidak melebihi lima gram.
“Telah ditunjukkan bahwa terdakwa melanggar Pasal 113 segmen (2) obat obat yang terkait dengan obat -obatan 2009, adalah tuduhan alternatif kedua,” kata Nani.
Dalam proses pengadilan, panel pengadilan mengutuk variasi untuk empat terdakwa lainnya, yaitu transportasi umum Syahrul Savawi alias Dodi (43), Arpen kuno (29), Hilda Dame Ulina Pangiariba (36) dan istrinya Hendrik, Debby Kent (36).
Terdakwa Transportasi Umum. Alias Syahrul Savawi Dodi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena akan terbukti bertanggung jawab atas pembelian peralatan pencetakan dan pemasaran.
Sementara terdakwa dari Arpen Purb lama, Hilda Dame Ulina Pangianiba dan Debby Kennt, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Empat terdakwa dihukum karena pelanggaran Pasal 114 (2) Undang -Undang No. 35 pada 2009 terkait obat -obatan.
“Untuk beban tindakan para terdakwa atas pelecehan masyarakat dan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam penghapusan narkoba. Meskipun mereka belum ditemukan berkurang,” katanya.
Setelah membaca putusan, Hakim Nani Sukmawati menghabiskan tujuh hari untuk terdakwa dan jaksa penuntut (jaksa) Medan Kejari untuk menyatakan sikap banding atau mengambil keputusan ini.
Sebelumnya, jaksa penuntut Rizqi Darmawan meminta terdakwa Hendrik dan Dodi setiap hukuman mati.
“Peristiwa kedua terdakwa telah melanggar Pasal 113 (2) Undang -Undang Narkoba 2009 yang terkait dengan narkoba yang terkait dengan narkoba, itu adalah dakwaan alternatif kedua,” kata jaksa penuntut Risqi.
Sementara terdakwa Arpen Purba Old dan Hilda Dame Ulina Pangiriba dan Debby Kennt, setiap orang telah dituntut sepanjang hidupnya.
“Ternyata tiga terdakwa adalah pelanggaran Pasal 114 (2) dari Undang -Undang Narkoba 2005,” jelasnya.
Kasus ini dimulai pada 11 Juni 2024 di kapten Jalan Jumhan di daerah Medan. Pada waktu itu, para petugas dan polisi dilakukan oleh Dittipidnarbob Bareskrim di utara serangan Sumatra di toko (Shophouse) yang diduga menggunakan obat tersebut.
Bukti menyita bukti dalam bentuk ekstasi, 8,96 kg padatan, 218,5 liter bahan kimia cair, bubuk mephedron 532,92 gram dan 635 partikel ekstasi, serta bahan kimia dan peralatan laboratorium yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil interogasi, pabrik keluarga beroperasi selama enam bulan dan pasarnya dengan produk diskotik di Sumatra Utara, termasuk Pematangsiantar. Para terdakwa Hendrik dan Debby adalah manajer pasangan dan pabrik.
Sementara terdakwa Syahrul bertanggung jawab atas pembelian peralatan pencetakan dan pemasaran. Kemudian, terdakwa Hilda memerintahkan Ekstasi dan Arpen memainkan peran kurir yang memasok obat ini. (Fnr/fea)