
Jakarta, CNN Indonesia –
Tangan sudut kereta berdering untuk kedua kalinya. Suara Inggris untuk emisi sepeda motor berteriak.
Pada sore hari, cuaca di Ciwanda, Cilegon, Banten, terus menutupi awan. Itu tidak berbeda dari hari -hari sebelum akhir Ramadhan.
Di atas, wanita itu menatap dengan kuat ke depan. Tuas di tangan kanan perlahan menarik dengan tuas kopling di tangan kiri, perlahan dilepaskan.
Rani, seorang wanita berusia 20 tahun, baru saja melakukan perjalanan selama hampir lima jam dari Tambun, Bekasi Regence ke Ciwanda. Mengemudi dengan sepeda motor olahraga dua -sayap dengan RX King, wajahnya tidak terlihat khawatir.
Rani akan melanjutkan perjalanannya melalui laut di atas kapal. Itu masih bertahan selama lima jam untuk pulang. Tujuannya adalah banyak Seminyak, Central Lampung.
“Ada saudara dan saudari, ada ayah, tetapi kadang -kadang Anda tidak dapat mengunjungi,” katanya.
Lebaran Homecoming untuk Rani adalah suatu keharusan. Meskipun belum lama ini, dia baru saja pulang di tahun baru.
“Manfaat keluarga adalah. Karena itu, saya tidak ingin dibebaskan,” katanya.
Di sudut lain, Adi tidak pindah dari sepeda motor olahraga merahnya. Meskipun petugas tidak memberi sinyal sepeda motor dengan sepeda motor, seorang pria 25 tahun tidak ingin menghilangkan helm yang dekat dengan sebagian besar wajah.
Adi tiba di pelabuhan Ciwanda setelah Maghriba setelah tiga jam Jakarta. Dia sengaja memilih malam itu, terlepas dari kenyataan bahwa dia harus berpegang teguh pada pelabuhan dan dalam antrian lebih lama untuk peningkatan pengemudi lain. Seperti Rani, Adi juga akan pulang di daerah Lampung.
Selama dua hari terakhir, pergi ke puncak sungai ke tanah air, ada peningkatan dua pengemudi sebelum tengah malam dan pagi -pagi sekali. Mereka sering memilih malam karena mereka menghindari cuaca hangat.
Namun, menurut ADI, ada perbedaan antara kembali dan kembali ke rumah di lain waktu ketika ia dapat mengemudi dengan penumpang lain.
“Biarkan aku merasakan getaran di rumah,” katanya.
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mencatat bahwa jumlah penumpang yang melewati kapal dari fenomena ke Sumatra mencapai 671.790 orang, 8 % lebih dari tahun lalu menjadi 624 117 orang ke D-3 Lebaran pada hari Jumat (28 Maret).
Jumlah yang terakumulasi dari dua pelabuhan di Banten, yaitu Merak dan Ciwanda. Peningkatan yang kuat terjadi terutama dalam dua hari terakhir setelah bergabung dengan liburan bersama. Dalam 24 jam terakhir pada hari Jumat (28 Maret), jumlah penumpang yang lewat adalah 170.994 penumpang.
Diperkirakan bahwa kenaikan itu akan berlangsung pada hari Minggu (3/30) H-1 EID.
Bahkan jika masih ada keluarga
Ali, seorang turis dari Garut, Jawa Barat, melihat kembali ke rumah ke Lebaran. Menurutnya, bertemu dengan keluarga atau orang tua lebih penting daripada ibukota uang yang harus mereka persiapkan.
Sejak 2016, ia bermigrasi dari kota besar, Lampung ke Garut, menyatakan bahwa ia selalu pulang ke rumah setiap Lebaran.
“Ya, sementara orang tua masih hidup,” kata Ali pada hari Sabtu (29 Maret) di Ciwandae.
“Jika ini cukup untuk kembali dan kembali, bahkan jika mereka tidak membawa uang, pulanglah,” tambahnya.
Ali ingat pesan orang tuanya untuk menemukan waktu untuk bertemu keluarganya, terutama di Idul Fitri.
“Dia pernah berkata, sebanyak mungkin untuk mencoba pulang.” Katanya.
Setiap kali dia kembali ke rumah, Ali menyatakan bahwa setidaknya dia mempersiapkan 2 juta RP. Menurutnya, jumlah ini lebih dari cukup untuk menggantikan biaya dan sisanya untuk keluarga dan orang tua di rumah.
Secara rinci, biaya dan pengembalian biasanya hanya perlu mengalokasikan 500.000 RP untuk tiket gas dan kapal dari jam tangan atau Ciwanda ke Bakauheni.
Di jalan 150.000 rp biaya bensin, mereka melipatgandakan dua ribu rp300 ribu. Untuk 170 ribu kapal untuk dua perjalanan di kapal.
(FRA/THR/FRA)