
Jakarta, CNN Indonesia –
Bank Indonesia (BI) membantah deflasi, yang dialami Indonesia pada Februari 2025 karena daya beli orang.
Direktur Departemen Kebijakan Bi -Ekonomi dan Moneter Juli Budi Winantya mengatakan inflasi inti menunjukkan bahwa permintaan dan pasokan masih dipertahankan antara 2,5 persen. Angka tersebut masih sejalan dengan target inflasi yang ditetapkan oleh BI dengan 2,51 ditambah kurang 1 persen.
“Apa yang kami gunakan untuk melihat inflasi adalah representasi adalah inflasi inti karena apa yang mencerminkan interaksi antara pasokan dan pemerintah. Terkait dengan inflasi inti itu sendiri, hingga Februari setiap tahun di kisaran 2,5 persen. Jadi masih dalam jumlah aktual,” katanya di media di Jakarta, Kamis (6/3).
Selain itu, konsumsi domestik masih tumbuh antara 5 persen pada kuartal keempat 2024.
“Jadi menurut kami itu masih cukup bagus,” katanya.
Badan Statistik Pusat (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia telah mengalami deflasi 0,09 persen pada Februari 2025 (YOY). Tahun ini, fenomena deflasi muncul kembali setelah 25 tahun.
Dia menjelaskan bahwa deflasi tahunan pada bulan Februari 2025 disebabkan oleh diskon pada tarif listrik dengan pangsa 2,16 persen yoy. Ada juga nasi, tomat, dan cabai merah, masing -masing menyumbang deflasi 0,11 persen.
“Menurut register BPS, Yoys menemukan deflasi pada Maret 2000, ketika pada saat deflasi 1,10 persen. Deflasi disumbangkan (dan) didominasi oleh makanan,” jelasnya pada konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Tengah, Senin (3/3).
“Sekali lagi, sebagian besar 2025 -deflasi karena dipengaruhi oleh diskon listrik yang masuk ke komponen harga yang diatur oleh pemerintah,” jelas Amalia.
Namun, wanita itu, yang disebut Winny, menjelaskan bahwa komponen inti masih mengalami inflasi tahunan sebesar 2,48 persen. Dia menekankan bahwa data juga menjawab pertanyaan tentang daya beli yang melemah.
(Fby/pt)