
Solo, CNN Indonesia –
Pemerintah Bupati Kalangania (Pemkab) menjelaskan laporan perusahaan tekstil yang hanya membayar 1.000 rp per bulan di wilayahnya.
Disdagperinaker Pemerintah Kabupaten Karahanyar Titis Tri Jawoto mengatakan perusahaan dipaksa untuk mengurangi permintaannya.
“Lalu kesepakatan dicapai dengan Turners,” kata Tetis.
Menurut Titis, perusahaan awalnya sepakat bahwa mereka akan terus membayar pekerja yang dibebaskan, berharap permintaan meningkat dalam waktu dekat.
“Domata masih membayar di rumah sambil menunggu pengembangan. Namun, Plah tidak penuh,” katanya.
Namun, Tetis mengatakan situasi keuangan perusahaan tidak pernah membaik. Akhirnya, perusahaan dan serikat sepakat untuk mengakhiri pekerjaan apa pun, tanpa alias tidak valid, tidak berarti itu tidak dapat dibayar.
Perjanjian tersebut juga menimbulkan masalah baru. Perusahaan khawatir bahwa rekening kerja akan ditutup oleh bank karena belum ada transaksi untuk waktu yang lama.
“Perusahaan konsultan dengan bank, berapa banyak yang harus saya bayar untuk menjaga akun tetap hidup. Bank menjawab cukup RP1 000,” kata Tees.
Dia melanjutkan: “Karena itu, uang RP1 000 hanya untuk menjaga akun kerja tidak diblokir oleh bank.”
Beberapa pekerja pada akhirnya menuntut kejelasan nasib. Mereka menggugat perusahaan untuk mengakhiri pekerjaan (PHK) di Pengadilan Hubungan Perburuhan (PHI) di Pengadilan Distrik Semarang (PN) Jawa Tengah. Saya enggan mengomentari masalah litigasi.
“Ya, itu dirancang, tapi itulah prosesnya, tolong. Ini otoritas kami,” katanya.
Banyak pekerja di salah satu pabrik tekstil di Kalangania, Jawa Tengah menderita nasib yang tragis. Mereka menerima gaji bulanan 1.000 RP sejak dibebaskan pada awal 2024.
Danang Sugiyatno mengatakan ratusan dibebaskan menjadi ratusan.
“Tapi ada 26-30 orang,” kata Dannan.
Menurut Danang, perusahaan bermaksud membayarnya dengan dalih bahwa itu tidak melanggar peluang kerja (rilis). Di sisi lain, jika pekerja berhenti, mereka tidak akan menerima pembayaran pesangon.
“Jadi, teman -teman para pekerja ini diskors tanpa keberanian, dan tanpa naga, mereka terpaku (bercerai tanpa surat),” kata Dannan.
Karanganyar FSP Karanganyar juga mengeluh tentang kasus Koranyar Regence dari Kementerian Perdagangan, Industri dan Ketenagakerjaan (Disdagperinaker). Namun, tidak ada kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi.
Akhirnya, staf sepakat bahwa perusahaan akan menuntut perusahaan untuk perselisihan (PHI) di Pengadilan Distrik di Semarang (PN), Jawa Tengah.
“Ada beberapa keputusan,” kata Dannan.
Dalam putusannya, Pengadilan menyatakan bahwa Perusahaan melanggar Pasal 13 tahun 2003 tentang Hak Ketenagakerjaan dan Pasal 93 (1) dari Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia: SE-05/m/m/bw/1998 tentang upah pekerja.
Juri hakim juga mengumumkan garis waktu antara perusahaan dan penggugat karena perusahaan tidak membayar upah selama tiga bulan berturut -turut.
Selain itu, perusahaan dijatuhi hukuman pekerja yang belum dibayar untuk membayar upah, ditambah pembayaran pesangon 19 upah per bulan.
Meskipun keputusan telah dibuat sejak PHI, Danang mengatakan perusahaan belum membuat keputusan.
“Ini memiliki keputusan PHI. Jika dia mengajukan banding, dia akan mengajukan banding.”
(SYD/PT)