Jakarta, CNN Indonesia —
Stunting belum berhasil diberantas di Indonesia. Temuan terkini South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS) II menunjukkan prevalensi stunting pada anak (balita) usia di bawah lima tahun tertinggi terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera.
Profesor Rini Sekartini, peneliti utama SEANUTS II di Indonesia dan Departemen Kesehatan Anak FKUI, mengatakan sekitar 28,3 persen anak di wilayah Jawa-Sumatera mengalami stunting.
Artinya, 3 dari 10 anak di bawah usia lima tahun adalah anak-anak, dan tentunya memiliki masalah lain akibat stunting, kata Rini dalam konferensi pers SEANUTS II di Hotel Hermitage, Jakarta Pusat, Jumat (8/11). ). ).
Penelitian tersebut dilakukan SEANUTS bekerja sama dengan FrieslandCampina dan Universitas Indonesia untuk mengatasi permasalahan gizi pada anak di Indonesia. Tiga permasalahan gizi tersebut antara lain gizi kurang, gizi berlebih, dan defisiensi zat gizi mikro.
Penelitian tersebut melibatkan 3.456 anak berusia 0,5-12 tahun. Akibatnya, selain tingginya prevalensi stunting, ditemukan pula asupan gizi di Indonesia, khususnya vitamin D dan kalsium, yang belum mencapai target yang dianjurkan.
Kekurangan vitamin D dan kalsium bukan merupakan faktor penyebab tingginya angka stunting. Namun juga menimbulkan berbagai masalah kesehatan lainnya.
Bahkan, prevalensi anemia pada anak Indonesia juga mencapai 17,9 persen, dan banyak anak usia 7-11 tahun yang kelebihan berat badan atau obesitas, ujarnya.
Oleh karena itu, gizi lengkap sangat penting bagi anak-anak di Indonesia saat ini. Salah satunya adalah asupan harian kalsium dan vitamin D dari sarapan dan susu.
“Sangat penting bagi anak kecil untuk sarapan seimbang dan minum susu. Kekurangan kalsium dan vitamin D harus segera diatasi,” kata Rini. (tst/asr)